TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memastikan penentuan izin kegiatan usaha yang didasari risiko (risk based approach) dalam regulasi sapu jagat alias Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja selalu disertai pengawasan ketat. Skema itu tercantum dalam kluster penyederhanaan perizinan berusaha itu mengganti skema usaha yang sebelum mutlak berbasis izin (license approach).
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Benny Riyanto, mengatakan pemerintah masih akan merundingkan sektor yang masuk dalam usaha berisiko tinggi. "Akan ditetapkan dalam peraturan pelaksana. Sudah ada konsepnya tapi kan harus disepakati lintas kementerian," ucap Benny di kompleks Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Rabu 22 Januari 2020.
Dalam Omnibus Law, pemerintah tetap menuntut perizinan dari kegiatan berisiko tinggi, khususnya yang berdampak pada kesehatan, keselamatan, lingkungan, termasuk usaha pengelolaan sumber daya alam. Risiko level menengah diwajibkan mengikuti standarisasi regulator, sementara risiko rendah hanya melalui pendaftaran.
Sejauh ini, menurut Benny, baru sektor Usaha Mikro Menengah (UMK) yang karakternya masuk daftar risiko rendah. Klasifikasi sektor lainnya harus dibahas agar dapat dipertanggungjawabkan. "Nanti dituangkan dalam norma. Kementerian Tenaga Kerja juga pasti memberi input soal risiko itu," ucapnya.
Rancangan Undang Undang Cipta Lapangan Kerja itu ditetapkan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 oleh Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin. Ada pula dua Omnibus Law lain, yakni RUU tentang Perpajakan serta tentang Ibu Kota Negara, yang pembahasannya bakal diprioritaskan oleh Parlemen.
Dikoordinir Kementerian Koordinator Perekonomian serta Kementerian Hukum dan HAM, Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja menyederhanakan 84 Undang Undang, berisi lebih dari 1.240 pasal ke dalam 11 kluster. Hingga 17 Januari lalu, kluster penyederhanaan perizinan tercatat meliputi 52 UU dengan 770 pasal.
"Ini simplifikasi besar, jenis sanksinya pun banyak bergeser dari jenis pidana menjadi administrasi alias denda," kata Benny. "Ini mengurangi ketakutan berinvestasi."
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan perizinan normatif harus dipersingkat agar tak menghalangi target pembangunan. Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), menurut dia, menjadi salah satu izin yang rumit diurus. "Ada investor menunggu Amdal sampai dua tahun, uangnya keburu habis saat Amdal keluar. Investasi jadi gagal," kata dia.