TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Benny Riyanto mengatakan, pemerintah berpeluang melibatkan buruh dalam kepanitiaan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. "Dengan adanya masukan, kepanitiaan itu akan disempurnakan, misalnya dengan memasukkan buruh dan lainnya," ujar dia di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2020.
Menurut Benny, kepanitiaan yang selama ini dikenal sebagai Satuan Tugas Omnibus Law itu masih belum berjalan. Panitia itu, kata dia, baru bekerja setelah pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat dimulai, sekaligus untuk menyosialisasikannya ke daerah.
Hingga saat ini, kata Benny, pemerintah baru mengurus masalah teknis untuk menuangkan rancangan aturan tersebut dalam naskah akademik dan draf Rancangan Undang-undang. "Terkait dengan panitia atau sosialisasi Omibus Law yang komposisi atau susunan kepanitiaannya dianggap tidak lengkap karena unsur buruh belum ada, kepanitiaan itu sebenarnya belum berjalan," kata dia.
Dalam acara yang sama, praktisi hukum dari firma Dentons HPRP Fabian Buddy Pascoal mengingatkan bahwa sebagai produk hukum, Omnibus Law tersebut harus memenuhi tiga asas, yaitu kepastian, keadilan, dan asas manfaat. Pada aspek keadilan, ia menyinggung adanya sejumlah aksi unjuk rasa karena ada pemangku kepentingan yang merasa tidak terakomodasi dalam proses pembuatan Omnibus Law.
"Jadi pemerintah sudah membuat Satgas bersama Kadin untuk konsultasi publik Omnibus Law, kalau dilihat dari komposisinya, ini cenderung baru dari sisi pengusaha, kami belum melihat sisi buruh," kata Fabian. Ia melihat persoalan ini bisa menjadi 'kerikil di sepatu' pemerintah dalam mengegolkan beleid besar itu.
Sebelumnya, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) menilai proses perumusan terkesan dilakukan tergesa-gesa, tertutup, dan tanpa ada upaya mendengarkan pendapat publik. Apalagi, komposisi Satuan Tugas (Satgas) Omnibus Law bentukan pemerintah pun didominasi pengusaha, perwakilan pemerintah daerah, dan akademisi.
Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Ilhamsyah, mengatakan RUU Cipta Lapangan Kerja yang disusun untuk menggenjot investasi ini akan mengorbankan rakyat banyak. Sebaliknya, aturan itu melindungi kepentingan para investor. "Gebrak berkesimpulan RUU Cilaka hampir pasti akan menjadi fatamorgana pertumbuhan ekonomi dan hanya membuat rakyat cilaka (celaka)," kata Ilhamsyah.
Adapun Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 dalam rapat paripurna pada Rabu, 22 Januari 2020. Pengesahan Prolegnas prioritas 2020 ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar. Dari 50 RUU yang masuk Prolegnas 2020, ada tiga Omnibus Law usulan Presiden Joko Widodo yang masuk. Yaitu RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU tentang Perpajakan, dan RUU tentang Ibu Kota Negara.
CAESAR AKBAR | BUDIARTI UTAMI