TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Ombudsman Alvin Lie kembali membuka kasus hilangnya kapal kargo MV Nur Allya milik PT Gurita Lintas Sumatera (GLS) pada 20 Agustus 2019. Menurut dia, salah satu korban hilang ternyata sempat mengirimkan e-mail atau surat elektronik kepada Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta.
Korban tersebut tak lain adalah taruna di STIP Jakarta yang tengah menjalani praktik laut atau prala di MV Nur Allya. Ia mulai magang pada 4 Agustus 2018 dan berakhir 2 Agustus 2019. Itu sebabnya, korban memberitahu pihak sekolah bahwa masa magangnya telah habis.
Namun saat itu, tidak ada tanggapan dari pihak STIP. Sehingga, korban pun masih berada di kapal hingga kapal dinyatakan hilang. “Jadi di mana tanggung jawab STIP?” kata Alvin dalam acara Ngopi Bareng Ombudsman di Kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Rabu, 22 Januari 2020.
Dalam kejadian ini, kapal mengangkut 50 ribu ton nikel milik PT Bakti Pertiwi Nusantara (BPN). Kapal hilang kontak di Perairan Obi, Halmahera, Maluku Utara. 27 awak kapal pun dinyatakan hilang.
Tak sampai di situ, Alvin juga menyebut jumlah penumpang kapal melebihi laporan. Kapal dinaiki 27 awak, sementara yang terdata di manifes hanya 25 orang. Alvin menduga penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) kapal ini tidak melalui pemeriksaan yang memadai.
Atas kondisi ini, Alvin mengkritik pemerintah yang tidak memberi perhatian khusus kepada insiden ini. Sebab lima bulan berselang, namun belum ada perkembangan lebih lanjut di manakah kapal ini sekarang berada. “Apakah benar tenggelam ata dibajak?” kata dia.
Pada 30 September 2019, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sebenarnya telah menyimpulkan kapal tenggelam. Namun hingga ini, bangkai kapal juga belum ditemukan. Menurut Alvin, KNKT pun juga belum menurunkan Remotely Operated Vehicle (ROV) karena terkendala anggaran.