TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, kembali berbicara soal tingginya impor garam di Indonesia yang menyebabkan harga di level petani anjlok. Ungkapan itu ia sampaikan saat menjawab pertanyaan dari salah satu pengikutnya di lini masa Twitter, Rabu, 15 Januari 2020.
Mula-mula, Susi mencuitkan ulang sebuah artikel yang menyatakan tingginya impor garam belakangan ini sehingga membuat petani susah. Kemudian, seorang pengikuti Susi di Twitter membalas cuitan ulang itu.
"Bukannya zaman Ibu impor juga?" tanya seorang pengguna akun Twitter.
Susi pun tak segan menjawab pertanyaan netizen itu. Ia mengakui, bahwa pada 2018, pemerintah memang membuka keran impor garam yang cukup tinggi. "Sehingga harga (di level) petani jatuh dan masih belum bisa jual produksinya," tutur dia.
Kondisi itu berkebalikan dengan tiga tahun berturut-turut sebelumnya, yakni 2015 hingga 2017. Kala itu, kata Susi, kementerian yang ditanganinya membatasi keran impor sehingga harga garam di level petani mencapai Rp 1.500-2.000 per kilogram. Semua produksi petani pun terserap oleh pasar.
Susi pernah menjelaskan hal serupa beberapa kali, saat ia masih menjabat sebagai Menteri KKP tahun lalu. Pada 9 September 2019, misalnya, Susi mengatakan keran impor pada 2015 hingga 2017 bisa ditekan karena KKP masih berwewenang memberikan rekomendasi volume impor keada Kementerian Perdagangan.
Pada Oktober tahun lalu, Kementerian Perdagangan mencatat realisasi impor garam sampai dengan akhir Oktober 2019 mencapai 2,2 juta ton. Angka realisasi ini lebih rendah dari total yang ditargetkan sepanjang tahun 2019, yakni sebesar 2,7 juta ton.
"Kalau sekarang KKP tidak terlibat tata-niaga. Kami hanya sebatas membuat pugar, geo membran," ujar Susi kala itu. Ia memberikan penjelasan untuk mengungkapkan salah satu sebab volume impor garam tinggi.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | DIAS PRASONGKO