Tempo.Co, Jakarta - Bursa Efek Indonesia mengatakan sanksi untuk anggota bursa yang berkaitan dengan kasus PT Asuransi Jiwasraya akan dibicarakan bersama Otoritas Jasa Keuangan. "Kalau sanksi akan kami bicarakan bersama karena itu sebenarnya kalau sanksi itu ada di otoritas yang lain," ujar Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Efek Indonesia Laksono Widodo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 15 Januari 2020.
PT Asuransi Jiwasraya diperkirakan menanggung kerugian lebih dari Rp 10 triliun lantaran berinvestasi pada saham dan reksa dana yang berkualitas rendah. Saham-saham itu pada akhirnya mengalami penurunn nilai dan tidak likuid.
Pada investasi saham misalnya, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Agung Firman Sampurna mengatakan analisis penjualan dan pembelian saham diduga dilakukan secara pro forma dan tidak didasari data yang valid dan obyektif. Di samping, aktivitas jual beli saham dilakukan dalam waktu berdekatan diduga untuk menghindari pencatatan unrealized gross.
Selanjutnya, Agung menuturkan jual beli pun diindikasikan dilakukan oleh pihak-pihak yang terafiliasi secara negosiasi agar bisa memperoleh harga tertentu yang diinginkan. Pelanggaran lainnya adalah kepemilikan atas saham tertentu melebihi batas maksimal yaitu di atas 2,5 persen.
Selanjutnya, pada investasi di reksa dana, Jiwasraya diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp 6,4 triliun akibat penurunan nilai saham pada reksa dana tersebut. Pada 30 Juni 2018, Jiwasraya tercatat memiliki sekitar 28 produk reksa dana, dan 20 produk reksa dana kepemilikannya di atas 90 persen. Agung menyebut reksadana tersebut sebagian besar dengan underlying saham berkualitas rendah dan tidak likuid.
Dalam investasi reksa dana, BPK menemukan penyimpangan antara lain analisis manajer investasi dari Jiwasraya dalam rencana langganan reksa dananya tidak dilakukan secara memadai dan diduga dibuat secara pro forma. Tindakan dilakukan manajer investasi agar terlihat seolah-olah memiliki kinerja yang baik sehingga dapat dipilih oleh untuk menempatkan investasi.
Berikutnya, investasi reksa dana memiliki underlying saham-saham dan medium term notes berkualitas rendah, dan transaksi pada saham-saham tersebut diindikasikan dilakukan oleh pihak-pihak yang terafiliasi. "Di antara saham-saham dan MTN tersebut adalah merupakan arahan dari Jiwasraya yang seharusnya tidak dilakukan oleh Jiwasraya selaku investor," kata Agung.
Jual beli saham tersebut juga diindikasikan dilakukan oleh pihak-pihak yang terafiliasi dan diduga dilakukan dengan merekayasa harga, sehingga harga jual beli tidak mencerminkan harga yang sebenarnya.
Menyitir Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 22 Tahun 2019 tentang transaksi Efek, anggota bursa memerlukan izin OJK untuk beroperasi. Izin yang diberikan OJK bisa terkait perantara pedagang efek maupun penjamin emisi efek. Sanksi yang terdapat dalam peraturan ini adalah peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan sampai pencabutan izin usaha.
Laksono Widodo sebelumnya mengklaim pasar modal telah memiliki rambu-rambu untuk mencegah investor terjebak dalam saham gorengan. "Sebenarnya kami memiliki rambu-rambu yang apabila diikuti dengan baik, mestinya cukup memberikan guidance buat para investor untuk memilih saham-sahamnya," ujar dia.
Aturan itu, kata Laksono, misalnya mengenai UMA alias unusual market activity atau aktivitas pasar yang tidak wajar. Berdasarkan keterangan di laman resmi BEI, UMA adalah aktivitas perdagangan dan atau pergerakan harga suatu Efek yang tidak biasa pada suatu kurun waktu tertentu di Bursa.
Efek yang masuk kategori UMA, menurut penilaian Bursa, dapat berpotensi mengganggu terselenggaranya perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien. Kendati demikian, pengumuman UMA tidak serta merta menunjukkan adanya pelanggaran dibidang pasar modal. "Kami juga melakukan suspensi dan notasi khusus," tutur Laksono.
CAESAR AKBAR | BISNIS