Tempo.Co, Jakarta - Mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Hary Prasetyo, telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Kejaksaan Agung menetapkan Hary sebagai tersangka bersama dua orang lainnya, yakni Benny Tjokro dan Heru Hidayat.
Ketiganya keluar dari Gedung Bundar Kejaksaan Agung pada pukul 17.30 WIB dan mengenakan baju tahanan merah muda. Sebelum ditetapkan tersangka, Hary Prasetyo sempat berbincang-bincang dengan Tempo. Salah satunya soal dugaan perlindungan dari Istana.
Dalam kasus keuangan Jiwasraya, Hary diduga pernah mendapat perlindungan dari Istana. Sebab, ia sempat bekerja sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis di Kantor Staf Presiden (KSP) pasca-lepas dari perusahaan pelat merah.
Menjawab dugaan itu, Hary menampik. Ia mengatakan posisinya di KSP murni diperoleh dari mekanisme perekrutan normal. "Saya melamar resmi, mekanisme normal untuk bisa duduk sebagai tenaga ahli utama di KSP," katanya seperti dikutip Majalan Tempo edisi 13 Januari 2020.
Adapun saat kasus Jiwasraya mencuat, ia mengakui sempat membincangkan posisinya di Istana bersama Kepala Staf Kantor Kepresidenan Moeldoko. "Saya tidak ingin beliau (Moeldoko) terbawa-bawa," katanya.
Namun Moeldoko saat itu menyuruh Hary untuk melanjutkan tugas dan meneruskan bekerja. "Beliau bilang teruskan kerja saja," ujar Hary menyitir perkataan Moeldoko.
Kasus Jiwasraya bermula dari laporan pengaduan masyarakat. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pun mengendus adanya dugaan tindak pidana korupsi sejak 2014 sampai 2018.
Jiwasraya melalui unit kerja pusat Bancassurance dan Aliansi Strategis menjual produk JS Saving Plan dengan tawaran persentase bunga tinggi (cenderung di atas nilai rata-rata), berkisar antara 6,5 persen sampai dengan 10 persen, sehingga memperoleh pendapatan total dari premi sebesar Rp 53,27 triliun.
Potensi kerugian negara dari dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga Agustus 2019 diperkirakan mencapai Rp 13,7 triliun.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | MAJALAH TEMPO | HALIDA BUNGA