TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI sepanjang tahun 2019 telah menerima aduan sebanyak 1.871 kasus dari konsumen. Dari total pengaduan tersebut, sebanyak 46,9 persen didominasi oleh masalah produk jasa finansial.
"Lima besar pengaduan masuk untuk kasus yang meliputi bank, pinjaman online, perumahan, belanja online, dan leasing," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa, 14 Januari 2020.
Berdasarkan jumlahnya, pengaduan untuk perkara bank menempati porsi teratas dengan jumlah kasus 106. Berturut-turut diikuti perkara pinjaman online sebanyak 96 kasus. perumahan 81 kasus, belanja online 34 kasus, dan leasing sebanyak 32 kasus.
Rata-rata pengaduan kasus yang berkaitan dengan perbankan meliputi gagal bayar, penagihan kartu kredit yang dianggap tidak sopan, serta dana nasabah hilang lantaran server bank bermasalah. Sedangkan kasus yang berkenaan dengan pinjaman online rata-rata menyangkut keluhan tentang pembobolan data pribadi.
Di sektor perumahan, keluhan pelanggan umumnya merujuk pada penjualan properti dan proses transaksi. Sementara itu, terkait belanja online, masyarakat acap berkeluh-kesang tentang sulitnya proses refund atau pengembalian uang.
Tulus mengatakan, kesulitan pelanggan ini dilatari oleh sistem layanan pengaduan kepada e-commerce yang hanya disediakan menggunakan mesin. "Lalu untuk leasing biasanya menyangkut kredit macet. Kasus kredit macet ini sampai 25 persen," ucapnya.
Persoalan jasa finansial, menurut Tulus, mendominasi aduan pelanggan sejak tujuh tahun terakhir. Adapun menurut penelusurannya, kasus ini bermula dari dua sebab. Di antaranya literasi finansial konsumen yang masih rendah dan lemahnya pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Pengawasan oleh OJK sangat lemah. dibentuknya OJK belum efektif melindungi konsumen. Ini kritik pada OJK," tuturnya.