Tempo.Co, Jakarta - Ketua Umum Institute Akuntan Publik Indonesia Tarkosunaryo membandingkan kasus laporan keuangan PT Asuransi Jiwasraya dengan PT Garuda Indonesia. Menurut dia, pada kasus Jiwasraya, khususnya pada audit tahun 2017, auditor telah berperan sebagaimana mestinya.
"Kalau disebut disalahgunakan untuk audit 2017, kami tidak sepakat bahwa Kantor Akuntan Publik disalahgunakan karena mereka sudah memberikan opini tidak wajar atau adverse, karena hanya itu yang mampu dilakukan KAP selaku auditor," tutur Tarkosunaryo di Kantor IAPI, Jakarta, Senin, 13 Januari 2020.
Hal ini berbeda dengan kasus laporan keuangan Garuda Indonesia. Dalam kasus perusahaan maskapai pelat merah itu pada akhirnya laporan keuangan dilaporkan dua kali lantaran pada awalnya dinilai salah. Pada laporan keuangan Tahun 2018, Garuda awalnya dilaporkan meraup laba US$ 5,018 juta, namu kemudian dikoreksi menjadi rugi US$ 175,028 juta.
"Kemarin kami mendapat informasi bahwa untuk laporan keuangan Jiwasraya tahun 2017 tidak ada audit ulang seperti Garuda yang terbit dua kali, enggak ada, jadi opini auditor hanya terbit sekali, yaitu pada bulan Juli yang adverse itu," tutur Tarkosunaryo.
Tarkosunaryo menduga direksi hanya mau membukukan dana pencadangan sebesar Rp 2 triliun, alias ada kekurangan cadangan teknis Rp 7 triliun. Artinya, laba yang diumumkan direksi sebesar Rp 360 miliar pada 2017 itu tidak tepat menurut auditor, yang seharusnya rugi Rp 7 triliun.
Sebelumnya, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Agung Firman Sampurna mengatakan permasalahan di tubuh perusahaan PT Asuransi Jiwasraya terjadi sejak lama. Bahkan Agung menyebut meski perseroan sejak 2006 masih membukukan laba, namun keuntungan tersebut diduga laba semu.
"Sebagai akibat dari rekayasa akuntansi atau window dressing, di mana perusahaan sebenarnya sudah alami kerugian," ujar Agung di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan, Jakarta, Rabu, 8 Januari 2020. Kesimpulan itu adalah salah satu resume hasil pemeriksaan investigasi pendahuluan pada 2018.
Dalam laporan itu pun disebutkan bahwa pada 2017 Jiwasraya juga mengalami laba sebesar Rp 360,3 miliar namun memperoleh opini adverse atau tidak wajar. Opini itu diberikan lantaran adanya kekurangan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun. "Jika pencadangannya dilakukan sesuai ketentuan seharusnya, perusahaan menderita rugi," tutur Agung.