Tempo.Co, Jakarta - Mantan Koordinator Staf Tugas Pemberantasan dan Penangkapan Ikan Secara Ilegal atau Satgas 115, Mas Achmad Santosa, memberi sejumlah saran terkait polemik Laut Natuna Utara. Salah satunya, Achmad menyarankan agar nelayan di Natuna bisa diberikan pelatihan bela negara.
“Tujuannya agar mereka bisa ikut memantau batas terluar Indonesia,” kata Achmad dalam diskusi di Jakarta Selatan, Senin, 13 Januari 2020. Selain itu, para nelayan ini bisa dibekali dengan sejumlah teknologi seperti kamera dan radio untuk komunikasi.
Dengan demikian, para nelayan ini tidak hanya melakukan kegiatan ekonomi, tapi juga bekerja sama dengan pemerintah untuk penjagaan laut. Menurut Achmad, praktik inilah yang sudah dilakukan Cina pada nelayan mereka di daerah terluar.. “Mereka melatih nelayan-nya,” kata dia.
Sejak beberapa pekan terakhir, perseteruan terus terjadi setelah kapal nelayan Cina mengambil ikan di daerah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Natuna. Kegiatan itu dilakukan karena Cina menilai Laut Natuna Utara adalah wilayah tangkap ikan tradisional mereka berdasarkan Nine Dash Line.
Presiden Joko Widodo sempat terbang langsung ke Natuna untuk memantau langsung. Meski begitu, kapal-kapal Cina ini tetap berlayar dengan damping Coast Guard dari negara mereka.
Lebih lanjut, Oka mengatakan kerja sama nelayan dengan pemerintah ini bisa dilakukan di tengah sejumlah masalah di Laut Natuna. Salah satunya yaitu terbatasnya jumlah kapal pengawas yang dimiliki Indonesia, baik secara jumlah maupun ukuran kapal.
Selain itu, ada keterbatasan hari patroli dari para pengawas laut Indonesia. Saat ini, ada tiga instansi yang bisa mengawasi sampai ZEE, yaitu TNI Angkatan Laut, Bakamla, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Ini kan terkait anggaran dan bahan bakar (untuk patroli) yang mahal juga,” kata dia.