TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pemerintah terus mempersiapkan pembentukan Lembaga Penjamin Polis Asuransi. Ia mengatakan pembentukan lembaga tersebut adalah amanat dari Undang-undang Asuransi.
"Kalau persiapan di pemerintah kami terus lakukan persiapan untuk mendesain lembaga penjaminan polis tersebut," ujar Suahasil di Gedung Mahkamh Agung, Jakarta, Senin, 13 Januari 2020. Ia mengatakan pembentukan lembaga itu mesti dilakukan dengan adanya Undang-undang anyar.
Beleid baru itu, menurut Suahasil, adalah pekerjaan rumah bagi pemerintah yang juga membutuhkan koordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dalam konteks persetujuan. "Intinya UU asuransi itu terbit 2014, di dalamnya itu ada amanat untuk membentuk lembaga penjaminan polis."
Wacana pembentukan LPP mencuat kembali setelah adanya kasus gagal bayar dari PT Asuransi Jiwasraya. Suahasil ogah mengomentari pernyataan Badan Pemeriksa Keuangan yang menyebut kasus Jiwasraya tersebut bisa berimbas sistemik dan gigantik. Namun ia menyebut persoalan Jiwasraya memang menyangkut nasabah hingga polis.
"Tetapi saya rasa apa yang terjadi makin lama makin kelihatan kalau Jiwasraya itu memiliki nasabah, Jiwasraya memiliki sejumlah polis, Jiwasraya memiliki kerjasama kemitraan, tentu itu harus didalami satu per satu," ujar dia.
Pendirian LPP juga sebelumnya telah disarankan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo. Bamsoet mendorong agar segera dibentuk Lembaga Penjamin Polis Asuransi seperti halnya Lembaga Penjaminan Simpanan untuk industri Perbankan sebagaimana diperintahkan UU No 40 tahun 2014. Sampai sekarang lembaga penjaminan polis asuransi belum juga terbentuk. Hal tersebut penting untuk melindungi dana masyarakat pemegang polis.
Sebelumnya, Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyatakan bahwa terdapat potensi risiko sistemik dari kasus gagal bayar Jiwasraya. Agung bahkan meyebut kasus ini sangat besar dan berskala gigantic. Kerugian negara akibat kasus itu pun tengah diselidiki. Namun diyakini, nilai kerugian akan lebih besar dari perkiraan awal Kejaksaan Agung yang sebesar Rp 13,7 triliun.
Menurut Agung, masalah Jiwasraya merupakan kasus dengan skala yang sangat besar. Kondisi tersebut membuat BPK bersama penegak hukum perlu mengambil kebijakan dengan hati-hati karena terdapat risiko yang menghantui.
"Kasus Jiwasraya ini cukup besar skalanya, bahkan saya katakan ini gigantik, sehingga memiliki risiko sistemik," ujar Agung dalam konferensi pers di Kantor BPK, Jakarta pekan ini. Sementara itu, Kejaksaan Agung telah memeriksa sebanyak 98 saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di Jiwasraya. Dari pemeiksaan tersebut, Kejaksaan Agung menemukan sekitar 5.000 transaksi untuk diperiksa lebih lanjut.
CAESAR AKBAR | BISNIS