TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah terus berfokus menekan current account deficit (CAD). Salah satu caranya dengan menggenjot ekspor komoditas unggulan hasil perkebunan Indonesia ke beberapa negara, salah satunya ke Swiss.
"Jadi tadi melihat peluang ekspor yang begitu besar ke Swiss, dan kebetulan tadi disampaikan Swiss sudah ada perjanjian perdagangan bebas," ujar Teten di kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Senin, 13 Januari 2020.
Adapun komoditas unggulan perkebunan Indonesia, kata Teten adalah kopi, dan kakao. Selain dua komoditas itu, Indonesia juga ingin meningkatkan ekspor produk hortikultura, produk berbasis bambu, obat-obatan herbal, dan hasil laut.
Swiss dianggap potensial karena merupakan salah satu pintu masuk menuju pasar Eropa. "Kita sebenarnya bisa menggunakan Swiss sebagai pintu masuk ke pasar Eropa, jadi kita akan manfaatkan betul kerja samanya," ujar Teten.
Ia menjelaskan, saat ini neraca perdagangan Indonesia dengan Swiss surplus karena mengandalkan hasil tambang seperti emas dan logam mulia lainnya. Namun, untuk komoditas hortikultura masih sangat sedikit, khusus untuk kopi sendiri nilai ekspor Indonesia ke Swiss baru mencapai US$ 30 juta. "Artinya ruangan untuk tumbuh dan berkembang itu masih sangat besar. Sehingga, kita akan dorong kopi-kopi Indonesia ke Swiss dan kemudian masuk ke pasar Swiss apakah ke Nestle, atau kah ke pemain-pemain kopi yang lain," kata Teten.
Teten juga akan mendorong petani kopi dan kakao dari hasil perkebunan rakyat untuk bisa mengekspor produknya ke luar negeri. "Kopi itu 95 persen produk Rakyat, hanya 5 persen yang PTP (PT Perkebunan Nusantara), perkebunan, jadi sebenarnya sebagian besar produsen kopi, kakao kita itu memang UMKM," ungkapnya.
Namun Teten memberikan catatan, jika Indonesia bersungguh-sungguh meningkatkan ekspor komoditas milik Indonesia ke Swiss harus ada perbaikan dari segi kualitas, karena pasar Eropa pasti menetapkan standar tingggi untuk barang-barang yang berasal dari luar negeri. "Karena kita tahulah kalau mengekspor ke negara-negara maju tentu ada requirement dari impor, standard product, sertifikasi dan lain sebagainya," ujar Teten.