TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia atau BI Dody Waluyo menyatakan pihaknya masih mengamati tren penguatan nilai tukar rupiah hingga 1,38 persen pada awal tahun 2020 ini. Atas hal itu, bank sentral belum berencana melakukan intervensi lebih lanjut.
Bank Indonesia, kata Dody, masih akan melihat perkembangan nilai rupiah sesuai dengan kekuatan pasar. Apabila nilai rupiah masih sesuai dengan perhitungan fundamental yang dilakukan BI, pihaknya tidak akan melakukan intervensi.
"Sepanjang (nilai rupiah) tetap sesuai dengan indikator yang sudah ada, kami akan tetap membiarkan rupiah menguat," kata Dody saat ditemui di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta pada Senin, 13 Januari 2020.
Lebih jauh Dody menjelaskan, penguatan nilai rupiah didorong oleh beberapa hal. Pertama, secara domestik, nilai rupiah didukung kondisi makroekonomi Indonesia yang positif. Hal tersebut terlihat dari nilai PDB yang stabil dan juga didukung oleh terjaganya inflasi serta hasil survei konsumen BI yang menunjukkan tren membaik.
Faktor kedua, indikator eksternal juga memperlihatkan kinerja baik. Aliran modal asing atau capital inflow menunjukkan tren positif yang turut ditopang oleh naiknya cadangan devisa Indonesia.
Berdasarkan data BI, capital inflow pada 2019 mencapai Rp 224,2 triliun. Rinciannya adalah sebanyak Rp 168,6 triliun masuk ke Indonesia dalam bentuk surat berharga negara (SBN), disusul oleh instrumen saham sebesar Rp 50 triliun. Sementara itu, capital inflow pada obligasi korporasi dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) masing-masing mencapai Rp 3 triliun dan Rp 2,6 triliun.
Hingga 9 Januari 2019, capital inflow pada 2020 berada di posisi sepanjang Rp 10,1 triliun. Adapun cadangan devisa Indonesia hingga Desember 2019 sebesar US$ 129,2 miliar. Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditransaksikan menguat 0,7 persen ke level Rp 13.675 pada pukul 13.01 WIB.
ANTARA