TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, meminta pemerintah Indonesia tidak melakukan kerja sama ekonomi dengan Cina di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) perairan Natuna Utara. Kebijakan itu penting dilakukan sebagai salah satu bentuk pengamanan atas hak-hak Indonesia terhadap batas ZEE-nya.
"Kalau kita buka kerja sama dengan Cina, berarti kita mengakui nine dash line (garis batas putus-putus) yang selama ini diklaim Cina," ujarnya di kawasan Jakarta Pusat, Ahad, 12 Januari 2020.
Garis batas putus-putus ini sebelumnya menjadi patokan Cina untuk mengklaim wilayah ZEE Indonesia di Natuna Utara, Kepulauan Riau. Garis imajiner tersebut secara tegas ditolak oleh Indonesia lantaran tidak berlandaskan hukum internasional.
Indonesia menolak klaim itu lantaran garis batas putus-putus Cina tidak sesuai dengan hukum yang diakui oleh Konvensi Hukum Laut PBB atau United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLO) 1982. Klaim itu juga telah membawa kapal-kapal Cina masuk ke wilayah perairan ZEE Indonesia untuk mencuri ikan.
Hikmahanto mengatakan Indonesia mesti konsisten dengan prinsipnya tak mengakui batas Nine Dash Line Cina. Selain konsisten, ia menyarankan Indonesia mengamankan wilayah ZEE dengan dua cara lainnya.
Pertama, Indonesia harus menghadirkan nelayan-nelayan dalam negeri untuk menangkap ikan di sana. Cara ini digadang-gadang mampu meningkatkan aktivitas perikanan di kawasan perairan Natuna sehingga tidak diduduki oleh nelayan Cina. "Hadirkan nelayan-nelayan di sana, tapi jangan lupa masalah konservasi," ujar Hikmahanto.
Kedua, ia meminta pemerintah menggencarkan operasi kapal patroli milik Badan Keamanan Laut di wilayah perairan rentan klaim tersebut. Ia juga meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan aktif mengambil peran karena kementerian itulah yang bisa melakukan tindakan hukum atas wilayah ekonomi terhadap kapal penangkap ikan.
Terkait patroli ini, kata dia, semestinya pemerintah memikirkan pengadaan kapal-kapal dengan tonase besar untuk penjaga laut atau coast guard yang bisa dimanfaatkan untuk patroli di kawasan Natuna. Sebab, saat ini kapal dengan tonase besar hanya dimiliki oleh TNI AL yang wilayah operasinya terbatas pada wilayah teritorial atau 12 mil dari garis pantai. "Kalau masyarakat internasional melihat kapal TNI AL patroli di ZEE cukup aneh," ujarnya.