TEMPO.CO, Jakarta - Nelayan Kabupaten Natuna Kepulauan Riau kompak menolak rencana kedatangan ratusan nelayan pantai utara (Pantura) Jawa melaut di perairan Natuna Utara. Pasalnya nelayan pantura menggunakan alat tangkap cantrang.
"Alat tangkap cantrang dapat merusak ikan dan biota laut lainnya, sehingga akan merugikan nelayan itu sendiri," kata Ketua nelayan Desa Sepempang, Natuna, Hendri, ketika dihubungi, Ahad, 12 Januari 2020.
Tak hanya itu, menurut Hendri, nelayan pantura menggunakan kapal yang lebih besar dan peralatan tangkap modern. Akibatnya, nelayan Natuna merasa tersaingi, karena armada mereka saat ini masih kecil dan peralatan tangkap yang ada sangat tradisional yaitu berupa pancing ulur. "Kondisi ini juga akan menyebabkan nelayan lokal jauh tertinggal dan tersisih."
Ketua nelayan Desa Batu Gajah, Natuna, Kurniawan Sindro Utomo menilai, Pemerintah Kabupaten Natuna maupun Pemerintah Pusat harus turun tangan memberdayakan nelayan setempat dibanding mendatangkan nelayan pantura. Pasalnya, ia menilai, nelayan juga mampu melaut hingga ke Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) asal didukung dengan kapal-kapal dan peralatan yang memadai.
"Pemerintah sebaiknya membantu nelayan Natuna dengan kapal di atas 50 GT, bukan malah mendatangkan nelayan pantura," kata Kurniawan.
Nelayan Natuna lainnya, Khairul Anam, mengaku khawatir jika pemerintah tetap mendatangkan nelayan pantura ke Natuna, maka dapat menimbulkan gesekan antara kedua belah pihak nelayan. "Konflik Indonesia dan Cina mulai mereda di laut Natuna. Jangan sampai nanti ada pula konflik lanjutan antara nelayan Natuna dan nelayan pantura," ucap Khairul.
Sebelumnya diberitakan bahwa sebanyak 120 nelayan dari Pantura akan dikirim pemerintah ke wilayah perairan Natuna untuk menangkap ikan. Meski kondisi antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Cina sedang memanas di sana, para nelayan mengaku tak terlalu khawatir.
"Intinya kami dari nelayan siap, bahwasanya Natuna adalah bagian dari NKRI dan kami siap mengisi. Kami siap berlayar di laut Natuna dengan apa yang menjadi aturan seperti apa, kami siap untuk mengikuti," kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang Tegal Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Riswanto, saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin, 6 Januari 2020.
Lebih jauh Riswanto menyebutkan Kemenko Polhukam telah memberi jaminan izin memancing dan perlindungan kapal selama berada di Natuna. Saat ini, para nelayan masih mendiskusikan persoalan teknis lain bersama Deputi IV Kemenko Polhukam.
"Hari ini akan membahas masalah teknis, ukuran kapal yang mampu, itu ukuran kapal yang berapa. Di atas 150 gross ton (GT)-kah atau berapa, untuk mengakomodir semuanya," kata Riswanto.
Ia mengakui pencarian ikan di perairan Natuna bukanlah hal mudah. Selain karena lokasinya yang jauh dari titik terdekat Indonesia, biaya yang dibutuhkan para nelayan juga tak mudah.
ANTARA | EGI ADYATAMA