TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian menerjunkan tim untuk melakukan investigasi kasus di Kabupaten Gunung Kidul, tepatnya di Desa Gobang, Kecamatan Pojong untuk menindaklanjuti laporan kasus kematian ternak dan kasus dugaan antraks pada manusia. Sebelumnya diberitakan sebanyak 12 warga Desa Gombang diduga tertapar antraks.
Investigasi ini dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Kementan yakni Balai Besar Veteriner Wates yang ada di bawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kepala Balai Besar Veteriner Wates Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Bagoes Poermadjaja, menyatakan tim langsung diterjunkan ke lokasi untuk mengetahui penyebab kematian ternak.
"Mengetahui pola penyebaran penyakit serta identifikasi faktor risiko yang berperan dalam menimbulkan kasus tersebut," kata Bagoes dalam keterangan tertulis yang diterima, Ahad, 12 Januari 2020.
Bagoes menjelaskan, dari hasil investigasi diketahui bahwa sebenarnya kasus kematian ternak kambing sudah terjadi sejak 16 Desember 2019, dan ada kematian sapi pada tanggal 18 Desember 2019. Kasus itu berlangsung sampai tanggal 28 Desember 2019.
Hasil investigasi tim menunjukkan bahwa sebagian ternak yang sakit dipotong oleh masyarakat untuk tujuan konsumsi. "Sangat disayangkan bahwa kasus ini terlambat dilaporkan, sehingga menimbulkan kasus pada manusia," ujar Bagoes.
Bagoes juga menyayangkan masyarakat yang masih melakukan pemotongan ternak yang sakit untuk dikonsumsi. "Semua ternak sakit, seharusnya dilaporkan ke petugas untuk diambil tindakan. Dan ternak sakit tidak boleh dipotong," kata dia.
Berdasarkan investigasi tim dan pemeriksaan laboratoriumnya, Bagoes mengatakan kasus kematian ternak di Desa Gobang, Kecamatan Pojong, Kabupaten Gunung Kidul disebabkan oleh penyakit antraks yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Ia berpendapat bahwa adanya pemasukan ternak baru dan konsumsi daging ternak yang sakit merupakan faktor risiko terjadinya kasus antraks pada ternak dan manusia di Desa Gombang ini.
Investigasi ini, menurut Bagoes, dilakukan dengan koordinasi bersama Dinas Pertanian dan Pangan serta Dinas Kesehatan mengingat ini kasus zoonosis. "Dinas Kesehatan juga melakukan pengambilan sampel berupa tanah tempat terjadinya kasus dan sampel luka pada kulit manusia yang diduga terpapar penyakit ini."
Direktur Kesehatan Hewan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa, menambahkan, pihaknya sudah menerima laporan kejadian kasus antraks dan menyiapkan bantuan tambahan berupa vaksin, antibiotik, dan desinfektan untuk penanganan kasus. "Diimbau kepada masyarakat agar melapor ke petugas apabila terdapat ternak yang sakit atau mati mendadak dan tidak melakukan pemotongan ternak sakit atau mati," ucapnya.