TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan tidak ingin kasus PT Asuransi Jiwasraya menjadi seperti perkara yang melilit Bank Century di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa waktu lalu. Sebabnya, skala kasus Jiwasraya dirasa cukup besar dan bisa berdampak sistemik.
"Dampak jangan diukur hanya berdasarkan nilai aset saja, teman-teman lihat sekarang itu yang muncul ke depan nilai buku, ingat dulu Kasus Century awalnya Rp 678 miliar tapi begitu didalami menjadi Rp 6,7 triliun," ujar Ketua BPK Agung Firman Sampurna di kantornya, Jakarta, Rabu, 8 Januari 2020.
Mengingat persoalan Jiwasraya cukup besar, Agung mengatakan BPK ingin kasus ini diungkap untuk mencegahnya berkembang menjadi lebih besar lagi. Kendati demikian, ia meminta setiap pihak perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan.
Agung menjelaskan dalam kurun 2010 sampai dengan 2019, BPK telah dua kali melakukan pemeriksaan atas PT Asuransi Jiwasraya (PT AJS) yaitu Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Tahun 2016 dan Pemeriksaan Investigatif Pendahuluan Tahun 2018.
Dalam PDTT Tahun 2016, di era pemerintahan Jokowi, BPK mengungkap 16 temuan terkait dengan pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan dan biaya operasional Jiwasraya Tahun 2014 hingga 2015. Temuan tersebut antara lain investasi pada saham TRIO, SUGI, dan LCGP Tahun 2014 dan 2015 tidak didukung oleh kajian usulan penempatan saham yang memadai.
Pemeriksaan itu juga mengungkap bahwa Jiwasraya berpotensi menghadapi risiko gagal bayar atas Transaksi Investasi Pembelian Medium Term Note PT Hanson Internasional (HI). Temuan lainnya adalah Jiwasraya dinilai kurang optimal dalam mengawasi reksadana yang dimiliki dan terdapat penempatan saham secara tidak langsung di satu perusahaan yang berkinerja kurang baik.
Menindaklanjuti hasil PDTT Tahun 2016 tersebut, BPK melakukan Pemeriksaan Investigatif Pendahuluan yang dimulai tahun 2018. Hasil pemeriksaan investigatif menunjukkan adanya penyimpangan-penyimpangan yang berindikasi fraud dalam pengelolaan Saving Plan dan lnvestasi.
BPK juga mendapat permintaan dari DPR pada tahun 2019 untuk melakukan PDTT atas permasalahan Jiwasraya. Sementara itu dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi pada perseroan, BPK mendapat permintaan penghitungan kerugian negara dari Kejaksaan Agung melalui surat pada 30 Desember 2019.
Setelah mendengar pemaparan Kejaksaan Agung kepada BPK beberapa waktu lalu, BPK menyimpulkan terjadi penyimpangan atau perbuatan melawan hukum dalam pengumpulan dana dari produk Saving Plan maupun penempatan investasi Jiwasraya dalam bentuk saham dan reksadana. Penyimpangan itu dinilai dapat mengakibatkan kerugian negara.