TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN per Desember 2019 mencapai Rp 353 triliun. Nilai defisit itu tembus 2,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto atau PDB.
Persentase itu lebih tinggi dari target 2019. "Defisit melebar dari target yang 1,8 persen PDB, jauh lebih rendah dari emerging market lain. Itu relatif tinggi dari negara lain," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Gedung Djuanda Kemenkeu, Jakarta, Selasa, 7 Januari 2020.
Meski begitu, kata Sri Mulyani, realisasi defisit tersebut turun dari posisi November 2019 yang sebesar Rp 368 triliun atau 2,29 persen dari PDB. Sebelumnya pemerintah telah memprediksi posisi defisit pada akhir tahun berpotensi menurun dari November. Dari pantauannya per 13 Desember, defisit APBN pada pertengahan Desember 2019 sudah lebih rendah dari 2,29 persen.
Sri Mulyani mengatakan defisit pada Desember 2019 lantaran jumlah belanja negara dan penerimaan masih timpang. Tercatat, total penerimaan sebesar Rp 1.957,2 triliun.
Penerimaan tersebut mencapai 90,4 persen dari target APBN 2019 yang ditetapkan sebesar Rp 2.165,1 triliun. Penerimaan negara tersebut hanya naik 0,7 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sementara belanja negara per Desember 2019 mencapai Rp 2.310 triliun atau setara dengan 93,9 persen dari APBN 2019. Realisasi ini naik 4,4 persen. "Belanja negara naik didukung penyaluran transfer ke daerah," ujar Sri Mulyani.
Bila dirinci, belanja negara untuk pemerintah pusat sebesar Rp 1.498 triliun atau naik 3 persen. Belanja negara didorong oleh meningkatnya penyaluran transfer ke daerah dan dana desa atau TKDD. Sampai dengan Desember 2019, Sri Mulyani menyebutkan transfer dana ke daerah dan dana desa telah tumbuh 7,1 persen (yoy) dengan realisasi sebesar Rp 811,3 triliun.