TEMPO.CO, Jakarta - Eskalasi ketegangan di Timur Tengah usai tewasnya Jenderal Iran Qassem Soleimani turut mendorong kenaikan harga minyak mentah. Kendati begitu, penguatan harga itu dibatasi oleh tiadanya gangguan pasokan emas hitam tersebyt.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah acuan global Brent untuk kontrak Maret 2020 naik 31 sen dan ditutup di level US$ 68,91 per barel di ICE Futures Europe Exchange, setelah berakhir melonjak 3,55 persen di posisi US$ 68,6 pada perdagangan Jumat pekan lalu.
Adapun harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Februari 2020 berakhir menguat 22 sen di level US$ 63,27 per barel di New York Mercantile Exchange. Sebelumnya harga komoditas itu ditutup melonjak 3,06 persen di level 63,05 pada Jumat pekan lalu.
Minyak Brent sempat mencapai level US$ 70 per barel di London pada Senin kemarin saat Departemen Luar Negeri AS memperingatkan ada risiko tinggi serangan rudal di dekat fasilitas energi di Arab Saudi. Meski begitu, usai serangan udara AS di Irak pada Jumat pekan lalu yang menewaskan Jenderal Iran itu, pasokan minyak masih mengalir dari Teluk Persia.
“Pedagang mengendurkan rally (minyak) karena saat ini barel (minyak) tetap tersedia di pasar,” ujar Rebecca Babin, pedagang ekuitas senior di CIBC Private Wealth Management, seperti dilansir oleh Bloomberg. Bila terlihat adanya gangguan pasokan, pedagang akan menggunakan pergerakan harga harga lebih tinggi untuk mengambil keuntungan.
Goldman Sachs Group Inc. menggemakan sentimen serupa. Menurut bank ini, risiko harga untuk Brent cenderung turun dalam beberapa pekan mendatang tanpa adanya gangguan pasokan utama.
Namun demikian, bentrokan antara AS dan Iran tetap menyulut kekhawatiran bahwa konflik yang meluas dapat mengganggu pasokan dari kawasan yang menyumbang hampir sepertiga pasokan minyak dunia.
Presiden AS Donald Trump menegaskan kembali ancaman serangan apabila Iran melakukan pembalasan atas kematian jenderalnya. Trump juga berjanji akan memberikan sanksi berat terhadap Irak jika pasukan Amerika dipaksa meninggalkan negara itu.
"Pasar minyak selalu mengasumsikan yang terburuk, jadi banyak risiko umum yang telah diperhitungkan,” tutur Jaafar Altaie, managing director Manaar Group di Abu Dhabi. “Harga minyak di level US$ 70 per barel sudah mengasumsikan skenario terburuk dan kami melihatnya bertahan di titik itu."
BISNIS