TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris mengatakan kenaikan iuran premi asuransi untuk seluruh segmen akan menyehatkan kinerja keuangan BPJS Kesehatan. Bahkan, program jaminan kesehatan nasional (JKN) akan mampu bertahan hingga 3-4 tahun ke depan.
"Sampai 3-4 tahun ke depan akan sustain, rumah sakit dapat melayani pasien lebih baik lagi. Lalu, tidak kesulitan cashflow dan lainnya," ujarnya di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Senin, 6 Januari 2020.
Fachmi memperkirakan, tanda-tanda program JKN bakal berlanjut cerah akan tampak pada akhir 2020. Kondisi ini tercermin saat BPJS Kesehatan sudah mampu membayarkan total seluruh utangnya kepada rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan.
Pada Desember 2019, total utang jatuh tempo BPJS Kesehatan mencapai Rp 14 triliun. Utang ini akan dilunasi dalam tiga bulan ke depan setelah premi iuran, termasuk iuran mandiri, dinaikkan.
Keputusan menaikkan iuran JKN sebelumnya bercermin pada kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang pada 2019 menanggung ancaman defisit hingga Rp 32 triliun. Fachmi mengatakan, seumpama pemerintah tak menaikkan iuran, BPJS Kesehatan akan menghadapi defisit lebih besar hingga Rp 77,9 triliun pada 2024 dan Rp 67,3 triliun pada 2023.
Sementara itu, secara berturut-turut potensi defisit BPJS Kesehatan pada 2022 bisa mencapai Rp 58,6 triliun dan pada 2021 sebesar Rp 50,1 triliun. Selanjutnya, pada 2020, defisit ditengarai mencapai Rp 39,5 triliun.
Pemerintah memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan semua kelas setelah mengacu pada permasalahan ini. Besaran iuran anyar ini secara resmi berlaku pada 1 Januari 2020.
Kenaikan tersebut berpedoman pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid itu diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis, 24 Oktober 2019.
Dalam aturan ini disebutkan, kenaikan iuran terjadi terhadap seluruh segmen peserta. Dalam Pasal 34 beleid tersebut diatur bahwa iuran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Kelas 3 akan meningkat menjadi Rp 42 ribu, dari saat ini sebesar Rp 25.500.
Adapun iuran peserta atau mandiri Kelas 2 akan meningkat menjadi Rp 110 ribu dari saat ini sebesar Rp 51 ribu. Lalu, iuran peserta Kelas 1 akan naik menjadi Rp 160 ribu dari Rp 80 ribu.
Sedangkan dalam Pasal 29 beleid itu, iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) meningkat menjadi Rp 42 ribu dari saat ini sebesar Rp 25.500. Kenaikan iuran PBI yang berasal dari anggaran pemerintah ini akan berlaku surut pada 1 Agustus 2019.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan teranyar, total seluruh peserta semua segmen tercatat mencapai 224.149.019 jiwa. Sebanyak 30,5 juta di antaranya adalah peserta mandiri atau PBPU.
Sedangkan 133,8 juta jiwa merupakan peserta penerima bantuan iuran atau PBI dari pusat dan daerah. Sisanya, 53,5 juta lainnya ialah peserta penerima upah badan usaha dan penyelenggara negara dari kelompok pegawai BUMN, PNS, TNI, dan Polri.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA