TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menyatakan persoalan sengketa Indonesia vs Cina di perairan Natuna, Kepulauan Riau, tidak bisa dianggap sepele. Presiden Jokowi menegaskan Pemerintah Indonesia tidak gentar melawan klaim Cina jika menyangkut kedaulatan negara.
"Saya kira, seluruh statement yang disampaikan sudah sangat baik bahwa tidak ada yang namanya tawar-menawar mengenai kedaulatan, mengenai teritorial negara kita," kata Jokowi tegad saat membuka Sidang Kabinet Paripurna tentang Penetapan RPJMN 2020-2024 di Istana Negara, Senin 6 Januari 2020.
Memanasnya hubungan Indonesia-Cina dipicu dengan masuknya sejumlah kapal Cina dengan pengawalan Angkatan Laut negara itu di perairan Natuna Utara. Sejumlah kapal ikan tampak mengambil ikan di perairan itu dengan pengawalan coast guard Cina.
Insiden tersebut memicu operasi siaga tempur oleh TNI di perairan Natuna serta membuat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) melayangkan nota protes kepada pemerintah Cina meski tidak digubris. Kemenlu China mengklaim kawasan Laut Cina Selatan (Natuna Utara) sebagai teritorialnya, dan menolak keputusan UNCLOS dan Arbitrase PBB yang mengakui kawasan (laut) Natuna Utara sebagai bagian dari NKRI.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menanggapi santai klaim Cina atas perairan Natuna tersebut. Bahkan, ia mengingatkan bahwa Cina adalah negara sahabat Indonesia juga. "Kita cool saja, kita santai kok ya," ujar Prabowo di Kantor Kementerian Maritim dan Investasi, Jakarta, Jumat, 3 Januari 2020.
Menurut Prabowo, masing-masing negara punya sikap tersendiri mengenai perkara tersebut. Namun, dua negara perlu mencari satu solusi yang baik. "Kita selesaikan dengan baik ya, bagaimana pun Cina negara sahabat," kata dia.
Senada dengan Prabowo, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meminta semua pihak tidak terpancing terkait polemik kapal Cina yang menerobos masuk Perairan Natuna dan mengambil ikan di sana. "Yang penting tetap cool, tidak telalu terpancing, yang penting kita semua kompak di seluruh stakeholder, seluruh kementerian dan lembaga," ujar Edhy di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan, Senin, 6 Januari 2020.