Pejabat otoritas pasar modal itu mengatakan, karena tak bisa menjual investasinya lantaran akan merugikan negara (cut loss), Jiwasraya melepas saham tersebut di pasar negosiasi. Belakangan, kepemilikan saham malah ditukar dengan reksa dana saham TRAM. “TRAM cari cara untuk tetap punya likuiditas, Jiwasraya aman, yang penting dapat kickback di awal,” tuturnya.
Namun Dewan Komisaris Jiwasraya sempat mencium dampak investasi Jiwasraya di TRAM itu. Dari laporan tahunan Jiwasraya 2014, tercatat agenda tiga komisaris menggelar rapat pembahasan masalah saham TRAM pada Selasa, 18 November 2014. Djonny, yang hadir dalam persamuhan itu, menyebutkan pembahasan dilakukan bersama OJK. “Akhirnya saham TRAM dijual,” ucap Djonny.
Berkali-kali saham TRAM memang masuk deretan top losers alias saham kacangan. Sejak 2015, harga sahamnya selalu di bawah Rp 400 hingga saat ini menyentuh Rp 50 per lembar. Menurut Hexana, manajemen lawas memang kerap membeli saham gorengan alias saham dengan potensi imbal hasil tinggi tapi berisiko. “Ketika market jatuh, dia belum tentu bisa naik lagi,” kata mantan bos PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk itu.
Hal serupa dilakoni ketika Jiwasraya sempat mengantongi 49,26 persen saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), yang juga dimiliki Heru Hidayat. Audit Badan Pemeriksa Keuangan menemukan adanya permainan harga dalam transaksi saham IIKP pada akhir 2015 yang berpotensi menguntungkan Jiwasraya tapi belum tentu dapat dicairkan. “Karena kinerja IIKP kurang baik dan likuiditasnya rendah,” demikian tertulis dalam laporan BPK 2016.
Saat dimintai konfirmasi mengenai investasi Jiwasraya di perusahaannya, Heru menolak berbicara panjang lantaran belum menunjuk kuasa hukum.
Hingga September 2019, masih terdapat 37 persen investasi Jiwasraya senilai Rp 8,1 triliun di 26 saham dan 107 reksa dana saham. Beberapa saham yang tidak bisa dijual berada di PT PP Properti Tbk dan PT Semen Baturaja (Persero) Tbk. Sedangkan reksa dana saham yang boncos tersebar di PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk (JGLE), PT Pool Advista Finance Tbk (POLA), PT Prima Cakrawala Abadi Tbk (PCAR), PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP), dan PT Trada Alam Minera Tbk.
Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan Jiwasraya dapat merugi lantaran adanya potensi gagal bayar pembelian investasi surat jangka menengah PT Hanson International Tbk senilai Rp 680 miliar. Jiwasraya menjadi investor terbesar yang menyerap surat yang diterbitkan perusahaan milik Benny Tjokrosaputro itu. Investasi ini dinilai tak memperhatikan aspek likuiditas Jiwasraya dan kinerja MYRX yang sedang memburuk.
CAESAR AKBAR | PUTRI ADITYOWATI | MBM TEMPO