TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyatakan selama ini sebenarnya kapal asing yang masuk ke wilayah Indonesia--di antaranya perairan Natuna--dapat terpantau melalui satelit. Namun penindakan acap kali lambat karena Badan Keamanan Laut (Bakamla) pun tidak memiliki senjata termasuk minimnya kapal untuk menangkap mereka.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Purbaya Yudhi Sadewa mencontohkan, di perairan Natuna, fasilitas Bakamla terbilang minim karena kekurangan anggaran. Walhasil wilayah tersebut kerap kali dijarah kapal ikan asing.
Anggaran yang tidak lancar tersebut menurut Purbaya merupakan dampak kasus korupsi yang saat ini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejauh ini, komisi antirasuah tersebut telah menetapkan empat orang tersangka, kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan Perangkat Transportasi Informasi Terintegrasi (Backbone Coastal Surveillence System/BCST) pada Badan Keamanan Laut RI Tahun 2016 senilai Rp 400 miliar.
Purbaya meminta agar kasus korupsi tersebut dituntaskan namun tidak mengganggu kinerja dan anggaran Bakamla saat ini. "Masalah korupsi ya beresin, tapi jangan mengorbankan kekuatan Bakamla sendiri," katanya, Sabtu, 4 Januari 2020.
Oleh karena itu pihaknya berencana untuk menambah anggaran Badan Keamanan Laut (Bakamla). Hal ini dilakukan agar memperkuat Bakamla sebagai penjaga pantai (coast guard) Indonesia, di antaranya dalam menghalau kapal-kapal asing yang di antaranya terang-terangan menerobos wilayah perairan Natuna.
"Ya betul (tambahan anggaran) dan beberapa fasilitas atau izin yang bisa memperkuat Bakamla. Kita akan galakkan Bakamla-nya," kata Purbaya. Pagu anggaran Bakamla pada 2020 yang disetujui DPR sekitar Rp 400 miliar, dari total yang diajukan sekitar Rp 5 triliun.Anggaran tersebut bisa dipakai untuk meningkatkan sarana dan prasarana di Bakamla.
Ambisi untuk menjadikan Bakamla sebagai coast guard-nya Indonesia diyakini tidak akan tumpang tindih dengan kementerian dan lembaga terkait yang juga mempunyai peran mengawasi laut. Pada Desember 2019 lalu, delapan kementerian/lembaga telah menandatangani kesepakatan bersama pertukaran data dan informasi agar tak ada tumpang tindih penegakan hukum di laut.
Delapan kementerian dan lembaga itu adalah Kemenko Maritim dan Investasi, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Polri, Badan SAR Nasional, Bakamla, serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya mengatakan salah satu perbaikan yang mesti dilakukan untuk memperkuat Bakamla ke depannya adalah dengan menambah kapal dan peralatannya. Karena itu, ia menyebut Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan adanya pembangunan lebih banyak kapal Bakamla untuk melakukan patroli.
"Sebenarnya kita paling marah pada diri kita sendiri, karena kapal belum cukup," tutur Luhut, Jumat, 3 Januari 2020. Kekurangan kapal itu pun sebelumnya sempat menyebabkan adanya kapal penyelundup nikel yang mengantre masuk ke Indonesia dan pengamanan Indonesia sedang bolong. "Semua kapal kita waktu itu ada di timur, sehingga di sana agak bolong.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menanggapi santai persoalan klaim Cina di perairan Natuna yang belakangan menghangat. "Kita cool saja. Kita santai kok, ya," ujarnya.
Menurut Prabowo, masing-masing negara punya sikap tersendiri mengenai perkara tersebut. Namun, dua negara perlu mencari satu solusi yang baik. "Kita selesaikan dengan baik ya, bagaimana pun Cina negara sahabat."
BISNIS