TEMPO.CO, Jakarta - Badan Keamanan Laut atau Bakamla berencana menambah pasukan patroli di perairan Natuna Utara, Kepulauan Riau, menyusul masuknya kapal-kapal asing Cina di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia atau ZEE. Pasukan akan dikirim untuk memperkuat penjagaan di wilayah kedaulatan Indonesia.
"Pasti ada (penambahan personel). TNI juga pasti mengerahkan kekuatan. Tapi dalam kondisi sekarang, saya bilang memang Bakamla (yang bertugas) di depan," ujar Kepala Bakamla Laksdya Achmad Taufieqoerrochman di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Jumat, 3 Januari 2020.
Dalam melakukan patroli, Achmad memastikan pasukan akan bertugas menggunakan strategi pendekatan atau white full ketimbang grey full. Ia menyebut negara sudah bersepakat bahwa patroli ini tak akan mengganggu hubungan Indonesia dan Cina.
Lebih jauh, ia menyebut bahwa dua negara telah bersepakat tidak akan terjadi miskalkulasi terkait batas wilayah perairan Natuna Utara. Menurut Achmad, untuk menjembatani komunikasi antar-dua negara dan menyelesaikan masalah ini, Menteri Luar Negeri akan terlibat sebagai pemimpinnya.
"Menteri Luar Negeri di depan karena ini kan terkait dengan hukum dan diplomasi. Bukan adu otot," ucapnya.
Dengan mengacu pada Nine Dash-Line atau garis batas imajiner, Cina sebelumnya berkukuh mengklaim wilayah ZEE Indonesia. Kayakinan itu mendorong Cina melanggar garis batas ZEE Indonesia yang telah diakui oleh Konvensi Hukum Laut PBB atau United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Menteri Luar Negeri Retno Sumardi di tempat yang sama mengatakan Indonesia secara tegas menolak klaim Cina tersebut"Kami tidak mengakui Nine Dash-Line karena itu line klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok (Cina), yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," ujarnya.
Retno meminta Cina menghormati implementasi UNCLOS 1982 yang telah menetapkan ZEE Indonesia. Sebab, kata dia, Cina juga menjadi bagian dari UNCLOS itu.