TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Rhenald Kasali angkat bicara terkait kasus gagal bayar atau default yang menjerat PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Menurut dia, persoalan terjadi karena adanya adalah kesalahan dalam proses investasi.
"Jadi orang-orang yang menangani investasi Jiwasraya kemudian membeli saham-saham yang dalam tanda kutip low quality," kata Rhenald saat dihubungi di Jakarta, Senin, 30 Desember 2019.
Pada akhirnya, kata dia, direksi pun tidak bisa menjual saham itu kemudian hari. Di sisi lain, kata dia, JS Saving Plan yang banyak dipersoalkan, adalah produk yang bagus dan return menarik. "Jadi fraud-nya bukan dari produk, dari sisi investasi," kata dia.
Saat ini, perusahaan Jiwasraya terjerat default lebih besar lagi, yaitu Rp 12,4 triliun. Situasi ini ditengarai terjadi karena pengelolaan investasi pada dana nasabah JS Saving Plan yang tidak tepat. Kini, Jiwasraya pun meminta dana talangan atau bailout sebesar Rp 32 triliun ke Kementerian Keuangan untuk mengatasi persoalan ini.
Pada 21 November 2018, Jiwasraya mendapat penghargaan Product Development Terbaik dari Majalah BUMN Track. Rhenald menjadi Ketua Dewan Juri dalam ajang penghargaan ini.
Rhenald mengatakan penghargaan diberikan berdasarkan laporan keuangan Jiwasraya pada 2017. Dalam laporan audited tersebut Jiwasraya mencetak untung Rp 2,4 triliun.
JS Saving Plan dan produk-produk lainnya, kata dia, juga memiliki kinerja yang sangat bagus. Selain itu, produk-produk ini tentunya sudah melewati pengawasan dari OJK. "Karena semua perusahaan asuransi pasti diperiksa OJK," kata dia.
Bagaimanapun, kata Rhenald, Jiwasraya adalah perusahaan asuransi bagus dan sudah berpengalaman lebih dari 100 tahun. "Dia akan tetap bagus kecuali berada di tangan yang salah," ujarnya.
FAJAR PEBRIANTO