TEMPO.CO, Jakarta - Bursa Efek Indonesia atau BEI tidak mematok pencatatan efek yang muluk-muluk pada 2020 mendatang. Sepanjang tahun depan, Direktur Utama BEI Inarno Djajadi memutuskan menetapkan target yang konservatif.
"Tahun depan kita harapkan ada kenaikan, tapi cukup konservatif. Secara total company (perusahaan) hanya 78 (emiten)," ujarnya di kantor BEI dalam konferensi pers penutupan perdagangan pasar modal 2019, Senin, 30 Desember 2019.
Angka pertumbuhan itu hanya merangkak sedikit dari realisasi jumlah perusahaan yang melakukan aksi sepanjang 2019. Tahun ini, BEI merekap total ada 76 emiten yang mencatatkan efek. Jumlah itu diakui memang melampaui target yang dipatok pada pembukaan perdagangan awal tahun, yakni sebanyak 75 emiten.
Dari 76 perusahaan itu, 55 perusahaan melantai di bursa saham atau initial public offering (IPO). Angka perusahaan yang menunaikan hajat IPO ini melorot dari tahun sebelumnya yang mencapai 57 emiten.
Sedangkan perusahaan yang melakukan Exchange Traded Fund atau ETF anyar tercatat sebanyak 14 perusahaan. Kemudian, ada dua perusahaan mencatatkan Efek Beragun Aset (EBA).
Inarno mengimbuhkan, dua perusahaan lain melalukan Obligasi Korporasi Baru, dua perusahaan melakukan Dana Investasi Real Estate Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (DIRE-KIK), dan satu perusahaan mencatatkan Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (DINFRA) sepanjang 2019.
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Nurhaida mengapresiasi kinerja bursa sepanjang 2019 kendati pencatatan IPO menurun. Ia mengatakan, di tengah dinamika ekonomi yang terjadi secara global, pasar modal merupakan salah satu yang bergerak stabil.
"Untuk pasar modal, kita masih bisa lihat kinerja yang stabil di 2019 ini. Pada penutupan perdagangan 27 Desember kemarin, misalnya, IHSG (indeks harga saham gabungan) masih naik 2,18 persen," tuturnya.
Ia berharap capaian perdagangan bursa tahun ini bisa menjadi katalis positif bagi kinerja pasar modal 2020. Ia menyebut perlu ada sinergi dari semua pihak agar tren pasar modal tahun depan bisa menarik bagi investor dan membuka peluang bagi perusahaan untuk mencatakan saham perdananya di BEI.
Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah tengah menggodok undang-undang omnibus atau omnibus law untuk menarik investor di pasar perdagangan modal. Ia berujar, salah satu poin yang dibahas ialah omnibus law perpajakan yang di dalamnya terdapat insentif dan relaksasi bagi perusahaan yang mencatatkan IPO.
"Kita akan turunkan tarif PPh badan, tambahan insentif perusahaa yang go public (IPO), insentif pengenaan PPh atas dividen, dan pemberlakuan asas teritori," ujarnya di lokasi yang sama.
Di sisi lain, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini berharap pasar modal bergerak lebih inovatif sehingga mampu menggandeng emiten melantai di BEI. Sri Mulyani khawatir perusahaan-perusahaan dengan likuiditas bagus yang berada di dalam negeri justru mencatatkan IPO di luar negeri karena tak percaya dengan pasar modal di Indonesia.