Peristiwa ini terjadi setelah perusahaan itu meneken kerja sama dengan Garuda Indonesia guna menyelamatkan keuangan perseroan. KPPU menyebut, terlapor seharusnya tidak menempati posisi komisaris di Sriwijaya karena perusahaan tersebut belum melakukan merger dengan Garuda Indonesia.
Meski demikian, KPPU tidak melanjutkan kasus tersebut lantaran ada argumen bahwa para terlapor hanya mengikuti kebijakan pemerintah. Adapun pemerintah pun dinilai hanya menjalankan peraturan perundang-undangan. Di samping itu, di tengah penyelidikan kasus tersebut, tiga orang itu pun akhirnya mengundurkan diri dari posisi di Sriwijaya Air.
Belakangan, Menteri Erick Thohir juga mengungkap bahwa Ari diketahui menjabat sebagai komisaris di anak usaha atau cucu Garuda Indonesia. Namun, dia memastikan pihak yang merangkap jabatan tersebut telah dicopot oleh Dewan Komisaris Garuda Indonesia Grup.
4. Manipulasi Laporan Keuangan Perusahaan
Pada Juli 2019, Garuda Indonesia dinyatakan bersalah oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bursa Efek Indonesia, dan Kementerian Keuangan terkait penyajian laporan keuangan tahun 2018. Akibatnya, perseroan mesti membayar denda sebesar total Rp 1,25 miliar, dengan rincian Rp 1 miliar dibayarkan kepada OJK dan Rp 250 juta lainnya kepada BEI.
Perseroan mulanya terlilit perkara atas kasus laporan keuangan tahunan 2018 yang dimasalahkan kedua komisarisnya, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria. Keduanya menyatakan ogah menandatangani laporan keuangan 2018 yang disampaikan kepada publik pada 5 April lalu lantaran terkesan dibedaki.
Anggota Dewan Komisaris PT Garuda Indonesia Tbk Chairal Tanjung saat ditemui seusai rapat umum pemegang saham tahunan di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Rabu, 24 April 2019. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Dalam laporan itu, Garuda mengaku meraih laba sekitar US$ 5 juta pada 2018 setelah tahun sebelumnya merugi hingga US$ 213 juta. Perseroan kala itu mengakui piutang sebagai laba perusahaan. Piutang ini terkait pengadaan layanan hiburan di dalam pesawat dan konektivitas Wi-Fi yang melibatkan PT Mahaka Aero Teknologi.
Setelah disajikan ulang, perseroan justru mencatatkan rugi bersih sebesar US$ 175,028 juta, atau sekitar Rp 2,45 triliun dengan kurs Rp 14.000 per dolar AS. Dalam laporan anyar itu perseroan mencatatkan pendapatan usaha sebesar US$ 4,37 Miliar, alias tidak mengalami perubahan dari laporan pendapatan sebelumnya. Sementara itu, pendapatan usaha lainnya alias pendapatan lain-lain, terkoreksi menjadi US$ 38,8 Juta dari sebelumnya US$ 278,8 juta.