TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPP Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz mengatakan pemerintah tidak melibatkan serikat pekerja dalam diskusi pembahasan undang-undang omnibus law.
"Faktanya terkait omnibus law ini pemerintah membuat tim hanya melibatkan ketuanya dari Kadin, sekertaris dari Apindo, sementara kami dari buruh yang notabenenya motor penggerak ekonomi tidak diajak bicara," kata Riden di gedung LBH Jakarta, Sabtu, 28 Desember 2019.
Karena itu, dia menilai omnibus law cipta lapangan kerja sebagai produk kapitalis karena dalam konsep pembahasannya tidak melibatkan serikat pekerja atau buruh.
Menurut dia, substansi yang terkandung dalam rancangan undang-undang itu merendahkan para buruh. Karena, kata dia, tercantum mengenai aturan baru terkait kemudahan proses perekrutan dan pemutusan hubungan kerja atau PHK, penggajian berdasarkan jam kerja, hingga memberikan kemudahan perizinan bagi tenaga ahli asing untuk kerja di Indonesia.
"Caranya saja sudah salah, caranya sudah tidak adil, bahkan sudah tidak pancasilais. Di mana keadilannya bicara perburuhan, ketenagakerjaan, kami sebagai pekerja tidak dilibatkan. Tidak pancasilais pemerintahan sekarang," kata dia.
Dia mengatakan akan 'jihad' berjuang habis-habisan supaya Rancangan Undang-Undang yang akan merevisi 82 Undang-Undang itu tidak disahkan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI Said Iqbal menilai rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja akan mengancam kesejahteraan buruh. Karena itu, dia akan menyampaikan penolakan pada saat rancangan undang-undang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat pada pertengahan Januari 2020.
"Aksi hampir 100 ribu buruh di 20 provinsi lebih dari 200 kabupaten kota. Pusatnya di sekitar DPR 20 ribu hingga 30 ribu butuh. Kami akan aksi," kata Said di Kantor LBH Jakarta, Sabtu, 28 Desember 2019.
Dia akan meminta DPR untuk omnibusl aw kluster ketenagakerjaan di-drop dalam pembahasan. Namun jika nantinya undang-undang itu disahkan, dia akan melakukan uji materiil ke Mahkamah Agung.
Sebelumnya Jokowi menginginkan agar draf atau rancangan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dibuka ke publik sebagai bagian dari proses keterbukaan di Indonesia.
Saat memimpin rapat terbatas tentang perkembangan penyusunan Omnibus Law di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat, 27 Desember 2019, Presiden menegaskan kepada jajarannya agar draf RUU Omnibus dibuka ke publik sebelum disampaikan ke DPR. “Tolong ini sebelum ini masuk ke DPR, Menko, Menkumham, Mensesneg agar mengekspose ke publik sebelumnya,” kata Jokowi.
Ia menegaskan perlunya untuk mengakomodasi dan memperhatikan masukan dari seluruh elemen masyarakat.
“Kalau ada hal yang perlu diakomodir harus kita perhatikan, ini sebuah proses keterbukaan yang kita inginkan,” ujar Presiden.
HENDARTYO HANGGI | ANTARA