TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan inflasi berdasarkan pemantauan hingga pekan keempat Desember 2019, mencapai angka 0,55 persen month-to-month. "Jadi seperti kami sampaikan, ini di bawah rata-rata historis lima tahun yang 0,58 persen," ujar Perry di Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Jakarta, Jumat, 27 Desember 2019.
Bila dihitung secara tahunan, angka inflasi tersebut mencapai 2,93 persen. Angka tersebut di bawah perkiraan Bank Indonesia sebelumnya. "Alhamdulillah ini di bawah 3 persen. Karena perkiraan kami sebelumnya 3,1 persen," kata Perry. Dengan demikian, ia mengatakan perolehan itu melanjutkan kinerja pemerintah menjaga inflasi di kisaran 3 persen.
Perry mengatakan penyumbang inflasi pada bulan ini antara lain adalah tarif angkutan udara 0,07 persen, telur ayam 0,08 persen, bawang merah 0,08 persen. Sementara komoditas yang deflasi adalah cabai merah 0,05 persen, serta cabai rawit 0,02 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik atau BPS Suhariyanto menyatakan inflasi pada Desember 2019 diperkirakan naik seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Perkiraan ini sejalan dengan permintaan yang meningkatkan karena adanya perayaan Natal dan tahun baru.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan beberapa komponen yang bakal memengaruhi tingkat inflasi beberapa bulan terakhir adalah komoditas makanan (volatile food) yang terpengaruh cuaca. Selain itu, harga tiket pesawat bulan depan juga patut diwaspadai bakal menyumbang inflasi.
"Saya pikir beras akan stabil, mungkin yang perlu diwaspadai seperti biasanya adalah angkutan udara. Biasanya ketika permintaan angkutan udara naik itu tiket juga akan menanjak naik sesuai permintaan," ujar Suhariyanto saat mengelar konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin 2 Desember 2019.
BPS mencatat angka inflasi sepanjang November 2019 mencapai 0,14 persen. Sedangkan secara tahunan (yoy) angka inflasi mencapai 3 persen sedangkan inflasi tahun kalender (sepanjang Januari-November) 2019 mencapai 2,37 persen.
Secara bulanan, inflasi November ini naik dibandingkan Oktober yang mencapai 0,02 persen. Namun secara tahunan inflasi November lebih rendah dibandingkan Oktober yang mencapai 3,13 persen. Inflasi bulan Oktober, utamanya karena kenaikan harga pada kelompok makanan jadi seperti nasi dan lauk pauk, serta rokok.
Suhariyanto menjelaskan, secara tren dua tahun ini misalnya, Desember biasanya memang menjadi salah satu perhatian karena bisa dipastikan inflasinya cukup tinggi. Selain Desember, tren inflasi tinggi juga terjadi saat bulan ramadan dan juga Idul Fitri.
Menurut Suhariyanto, pola Ramadan, Idul Fitri dan Desember terjadi inflasi cukup tinggi merupakan pola pasti di Indonesia selama Januari hingga Desember. Jika pada bulan Ramadan dan Idul Fitri, pergerakan harga yang baik biasanya terpantau gradual, namun jika Desember biasanya naik secara langsung.
DIAS PRASONGKO