TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Eko D Heripoerwanto mengatakan penyaluran bantuan FLPP alias Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan pada 2019, per 23 Desember 2019, telah mencapai 77.564 unit. Adapun dana yang telah dikucurkan adalah sekitar Rp 7,6 miliar.
"Realisasi ini lebih dari target," ujar dia di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kamis, 26 Desember 2019.
Sementara, realisasi bantuan Subsidi Selisih Bunga mencapai 99.907 unit. Adapun target yang dipatok pemerintah untuk penyaluran FLPP dan SSB pada tahun ini, masing-masing adalah 68.858 unit dan 100.000 unit.
Tak hanya dua program tersebut, layanan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan alias BP2BT juga mencapai angka Rp 205,7 miliar dari target Rp 207,16 miliar. Kendati demikian, untuk penyaluran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan alias SBUM masih di bawah target. Hingga 23 Desember, tercatat baru 161.747 unit yang mendapat fasilitas tersebut, dari target 237 ribu unit.
Kementerian PUPR menilai kebijakan dan program kemudahan dan bantuan pembiayaan perumahan yang telah ada dinilai belum menjawab tantangan tingginya kebutuhan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) serta keterjangkauan daya beli MBR terhadap rumah subsidi yang rendah. Tercatat hingga 2019 terdapat 11 Juta rumah tangga yang menghuni rumah tidak layak huni dan rumah tangga muda yang masih belum memiliki rumah.
Karena itu, Eko mengatakan saat ini pihaknya terus berupaya meningkatkan keterjangkauan kebutuhan rumah dengan menyiapkan berbagai kebijakan dan program kemudahan dan bantuan pembiayaan perumahan kepada MBR.
Pada 2020 mendatang, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk FLPP sebesar Rp 11 triliun untuk memfasilitasi 102.500 unit rumah, serta SSB sebesar Rp 3,8 miliar yang akan digunakan untuk pembayaran akad tahun-tahun sebelumnya. Di samping itu disiapkan pula SBUM sebesar Rp 600 miliar untuk memfasilitasi 150 ribu unit rumah. Sedangkan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) sebesar Rp 13,4 miliar untuk memfasilitasi 312 unit rumah.
Target tersebut, menurut Eko, dapat ditingkatkan sesuai dengan kemampuan pasar hingga maksimun kurang lebih sebanyak 50.000 unit. Hal ini dikarenakan BP2BT berasal dari pinjaman atau hibah luar negeri, yang kenaikan target output dan anggarannya tidak memerlukan persetujuan DPR.
Selain itu, Pemerintah saat ini sedang mengembangkan skema pemenuhan pembiayaan rumah untuk ASN, TNI, atau Polri untuk mereka yang memiliki penghasilan di atas Rp 8 juta. Skema penyaluran Kredit Perumahan Rakyat tersebut adalah melalui penyalur KPR ASN, TNI atau Polri, di mana Bank Penyalur bekerja sama dengan Bendahara Gaji di Kementerian atau Lembaga terkait yang bertanggung jawab atas pemotongan gaji guna pembayaran angsuran KPR.
Pengajuan KPR dapat dilakukan oleh pegawai pelat merah kepada Bank Penyalur. Kemudian, Bank Penyalur melakukan pencairan KPR kepada debitur dan dijual kepada PT.SMF untuk kemudian dibayar dengan dana jangka panjang. Sementara aset KPR berada di PT. SMF dijual dalam bentuk EBA/Covered Bond KPR ASN/TNI/Polri ke pasar modal.
Berdasarkan status 23 Desember 2019, saat ini terdapat 19 Asosiasi Pengembang Perumahan serta 13.618 Pengembang Perumahan yang telah terdaftar didalam Pengelolaan Sistem Informasi Registrasi Pengembang (SIRENG). SIRENG merupakan cikal bakal penerapan akreditasi dan registrasi asosiasi pengembang perumahan serta sertifikasi dan registrasi pengembang perumahan (ARSAP4) sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 24/PRT/M/2018.
CAESAR AKBAR