Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan pertumbuhan penginapan murah bisa berkontribusi pada produk domestik bruto (PDB) daerah. "Konsumsi meningkat karena dana yang dibawa masyarakat kota ke wilayah wisata."
Meski begitu, dia menyebut bisnis tersebut perlahan menggusur keberadaan hotel bintang 1 dan bintang 2. "Karena kualitas dengan Airy dan sejenisnya bisa sama tapi harga berbeda jauh, pasti pasar akan memilih yang murah."
Wakil Ketua Umum Badan Pimpinan Pusat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, Maulana Yusran, mengamini hal itu. Adapun hotel bintang 3 ke atas tak terganggu karena layanan yang lebih mewah telah memiliki pengguna loyal. "Tapi cara bisnis penginapan online ini tak sesuai Undang Undang 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan," ujarnya. "Mereka pakai kos-kosan dan apartemen unit, pajaknya berbeda dan jadi menyalahi persaingan bisnis akomodasi."
Para pengelola lokasi pelancongan prioritas yang belakangan disebut 'Bali Baru' pun tak ingin melewatkan pasar pengguna hotel murah. Staf Ahli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Divisi Pengembangan Mandalika, Ari Surhendro, mengatakan timnya merencanakan pembangunan homestay dan penginapan nomadic dengan caravan. "Jadi memang ada rencana low cost hotel juga."