Wacana ekspor benih lobster itu kemudian ditentang oleh Susi Pudjiastuti. Susi mengatakan, saat ini lobster dalam zona ancaman kepunahan karena banyak orang tidak peduli keberlanjutan biota laut tersebut.
Susi menegaskan, semua pembesaran lobster saat ini menggunakan benur dari alam. "Cara pengambilan bibit ini massal dan mudah, akan cepat menghabiskan stok alam," ujar dia dengan nada prihatin.
Susi hanya berharap ekosistem laut Indonesia bisa berkelanjutan, dan selalu lestari, agar bisa selalu dinikmati oleh semua generasi. "Menjaga Keberlanjutan Sumber Daya Alam yaitu Kelautan dan Perikanannya agar tetap SELALU ADA dan BANYAK, Produktif lestari. Cukup untuk dimakan dan dikomersialkan. Bertahun tahun dinikmati generasi ke generasi. ADA dan BANYAK," kata dia di akun Twitternya.
Ekonom dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, juga menyayangkan adanya kemungkinan KKP membuka kembali opsi ekspor benih lobster. Pandangan itu ia sampaikan dalam diskusi para pakar di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa, 10 Desember 2019. "Ekspor benih lobster dulu sudah dilarang. Sekarang mau dibuka. Sudah gila apa ini," ujarnya.
Menurut Faisal, pembukaan kembali keran ekspor bayi lobster akan berpengaruh buruk, baik terhadap iklim dagang maupun lingkungan. Ia memandang kebijakan itu bakal memberi celah mafia untuk bergerilya.
Seumpama diberi keleluasaan untuk mengirimkan benih lobster ke luar negeri, Faisal memperkirakan mafia bakal bermunculan untuk meraup keuntungan besar. Sebab, harga beli benih lobster saat ini telah mencapai 5.000 yen per ekor.
Adapun terhadap lingkungan, ekspor benih lobster dikhawatirkan bakal menimbulkan eksploitasi besar-besaran. "Telur-telur lobster itu rusak. Dia enggak peduli laut kita rusak lagi," ucap Faisal Basri.
DIAS PRASONGKO | FRANSISCA CHRISTY ROSANA | EKO WAHYUDI