Dia menjabarkan bahwa melalui produk JS Plan, Jiwasraya menawarkan jaminan imbal hasil berkisar 9–13 persen selama 2013–2018. Imbal hasil tersebut lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga deposito FY2018 berkisar 5,2–7,0 persen p.a, juga lebih besar dari pertumbuhan IHSG FY2018 yang negatif 2,3 persen.
"Kenyataannya [imbal hasil JS Plan] tidak pernah bisa di-cover oleh investasi. Imbal hasil yang dijanjikan itu efektifnya 13 persen, turun jadi 7 persen, kondisi pasar jauh lebih rendah dari itu [sehingga menyebabkan kerugian]," ujar Hexana.
Produk JS Plan mulai menunjukkan gejala masalah pada 2018, hingga akhirnya pada Oktober 2018 manajemen mengumumkan gagal bayar klaim JS Plan senilai Rp 802 miliar. Pengumuman tersebut disampaikan oleh direksi kepada bank-bank pemasar.
"Pada Oktober 2018 Jiwasraya memutuskan untuk menghentikan penjualan produk JS Plan," ujar Hexana.
Klaim jatuh tempo tersebut terus membengkak, hingga pada akhir 2019 jumlahnya mencapai Rp 12,4 triliun. Kondisi keuangan perseroan pun kian tertekan, terlihat dari risk based capital (RBC) yang menyentuh -802 persen.
Saat ini direksi bersama Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengupayakan perbaikan kondisi perseroan dengan berbagai upaya, salah satunya adalah pembentukan anak usaha Jiwasraya Putra. Menurut Hexana, pembentukan anak usaha masih dalam proses due diligence dengan delapan calon investor.
"Tentu itu tidak bisa [membayarkan klaim jatuh tempo akhir 2019], sumbernya [dana] dari corporate action. Makanya saya memohon maaf kepada seluruh nasabah, dari awal saya menyampaikan saya tidak bisa memastikan tanggalnya [pembayaran klaim] kapan karena ini semuanya dalam proses," ujar dia.
Satu produk tersebut kini menjadi salah satu penyebab munculnya kerugian negara hingga Rp 13,7 triliun per September 2019. Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin bahkan menyatakan bahwa nilai kerugian asli bisa lebih besar dari itu.
Dia pun menyatakan bahwa, selain iming-iming imbal hasil yang tinggi, terdapat pelanggaran prinsip tata kelola di tubuh Jiwasraya. Hal tersebut khususnya terjadi dalam pengelolaan dana nasabah yang diperoleh melalui produk saving plan.
Kini, sebanyak 17.403 pemegang polis menggantungkan asanya kepada seluruh pihak, baik manajemen Jiwasraya saat ini, Kementerian BUMN, OJK, dan pemerintah agar uang mereka dapat kembali.
Harapan cuan yang dijanjikan melalui produk JS Plan justru berujung lirih. Produknya kini telah berhenti dipasarkan, tetapi masalah yang ditimbulkannya terus bergulir, bahkan kian membesar. Semoga dapat segera diselesaikan.
"Kami bukan mengemis, toh ini memang uang kami yang harus kami terima," ujar salah seorang nasabah.
BISNIS