TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu program unggulan Presiden Joko Widodo untuk mengucurkan Dana Desa telah berjalan selama lima tahun. Namun, penyaluran Dana Desa ini perlu perbaikan dan pengawasan lebih, terutama terkait pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Presiden Jokowi sendiri pernah mengungkapkan bahwa ada 2.188 BUMDes yang mangrak. Padahal, total kucuran Dana Desa selama lima tahun terakhir telah mencapai Rp329,8 triliun.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparan Anggaran (Fitra) Misbah Hasan menilai, selama lima tahun ini, kajian atau perencanaan dalam pembentukan BUMDes masih minim.
"Perintah membuat BUMDes adalah mandatori dari kementerian, sehingga ditafsirkan oleh dinas pemerintah desa bahwa setiap desa harus dibentuk BUMDes. Tapi tanpa ada persiapan, perencanaan, dan sebagainya," ujarnya kepada Bisnis, Ahad 22 Desember 2019.
Menurut Misbah, masih banyak BUMDes yang sekadar berdiri akibat tanpa business plan yang baik. Orientasi BUMDes itu juga masih sebatas melengkapi administratif. Akhirnya, kebanyakan BUMDes menerapkan model toko retail modern atau minimarket. "Padahal, hal ini justru berpotensi membunuh perekonomian desa, karena produk-produk lokal desa tidak ikut dipasarkan," katanya.
Oleh sebab itu, Misbah menyarankan adanya pengawasan dan pendampingan intensif terhadap BUMDes dari pihak otoritas yang lebih tinggi, misalnya pemerintah provinsi atau pemerintah pusat.
"Fitra menyarankan adanya pendampingan intensif terhadap BUMDes potensial dan pemberian punishment bagi BUMDes abal-abal," ujarnya.
Harapannya, para pengurus BUMDes sudah lebih siap. Bisnis berjalan baik, dan menghindari potensi penyelewengan kewenangan seperti korupsi di dalam tubuh BUMDes.
"Misalnya di 2017, korupsi dana BUMDes di beberapa desa di Penajam, Paser Utara, Malang Raya, dan Bintan. Di 2018, korupsi dana BUMDes di Purbalingga," kata dia.
BISNIS