TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ilmu kelautan dari Institut Pertanian Bogor Suhana menyebutkan bahwa ekspor lobster meningkat setelah Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014 - 2019 Susi Pudjiastuti melarang benih lobster untuk diekspor.
"Setelah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 56 Tahun 2016 (terkait larangan ekspor benih lobster), ekspor lobster meningkat," kata Suhana di Jakarta pada Kamis, 19 Desember 2019.
Lebih jauh Suhana memaparkan data yang diolahnya dari TradeMap 2019. Dari data itu terlihat bahwa nilai ekspor lobster terus meningkat yaitu dari US$ 7,09 juta pada 2015 menjadi US$ 14,84 juta pada 2016, kemudian US$ 17,31 juta pada 2017, dan US$ 28,45 juta pada 2018.
Selain itu, dalam periode 2010 - 2016 rata-rata sekitar 96,91 persen produksi lobster Indonesia bersumber dari perikanan tangkap dan hanya 3,09 persen yang berasal dari perikanan budi daya. Hingga kini pasokan benih lobster untuk budi daya masih bersumber dari penangkapan di alam. "Pemerintah harus belajar dari hilangnya benih nener (bandeng) di alam setelah banyaknya benih nener ditangkap nelayan," uca Suhana.
Suhana menyatakan, dalam 30 tahun terakhir ini benih nener hilang di alam. "Untungnya, nener sudah bisa dibenihkan secara buatan sehingga pasokan bandeng masih tersedia dari budi daya. Nah, benih lobster belum bisa dibenihkan secara buatan."
Tak hanya itu, Suhana juga mengingatkan bahwa masyarakat di Indonesia bagian timur memiliki kearifan lokal yaitu aturan adat sasi di mana lobster yang ditangkap adalah ukuran konsumsi, bukan ukuran kecil. Selayaknya pemerintah juga dapat belajar dari kearifan lokalisasi lobster tersebut.