TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan realisasi penerimaan pajak hingga November 2019 mengalami kontraksi hingga 0,04 persen (yoy) dengan nominal mencapai Rp 1.136,17 triliun. Dengan begitu, penerimaan pajak sepanjang 2019 hingga November tercatat masih sebesar 72,02 persen dari target yang dipatok sebelumnya sebesar Rp 1.577,56 triliun.
Adapun jenis pajak yang melambat antara lain PPh migas serta PPN dengan kontraksi masing-masing tercatat mencapai -11,51 persen (yoy) dan -4,07 persen (yoy). Adapun realisasi penerimaan dari kedua jenis pajak tersebut mencapai Rp 52,89 triliun dan Rp 441,18 triliun.
Turunnya penerimaan PPh migas itu, menurut Sri Mulyani, tidak terlepas dari menguatnya nilai tukar rupiah, serta turunnya harga ICP serta lifting migas. Rata-rata nilai tukar rupiah secara year-to-date hingga 16 Desember 2019 mencapai Rp 14.152 per dolar AS atau lebih kuat dari asumsi APBN yang sebesar Rp 15.000 per dolar.
Sementara Harga ICP secara year-to-date tercatat mencapai US$ 61,9 per barel, lebih rendah dibandingkan dengan asumsi APBN yang sebesar US$70 per barel. Adapun lifting minyak dan gas per Oktober 2019 masing-masing tercatat sebesar 742,5 barel per hari untuk minyak dan 1.049,1 barel setara minyak per hari untuk gas.
Untuk PPN, jenis pajak tersebut tercatat mengalami kontraksi karena adanya percepatan restitusi. Meski realisasi PPN Dalam Negeri secara neto tercatat mencapai Rp271,51 triliun atau terkontraksi -1,8 persen (yoy) dibandingkan dengan November tahun sebelumnya, secara bruto PPN Dalam Negeri masih tumbuh 4,6 persen (yoy).
"Jadi PPN ini tidak bisa diterjemahkan dengan sektor riil yang melemah. Hal ini karena ada percepatan restitusi," ujar Sri Mulyani, Kamis, 19 Desember 2019. Untuk PPN Impor, per November 2019 tercatat terealisasi mencapai Rp 155,7 triliun dengan pertumbuhan negatif sebesar 7,9 persen (yoy).
BISNIS