Sebelumnya, CEO PT Espay Debit Indonesia Koe atau DANA Vincent Henry Iswaratioso menyatakan isu merger dengan dompet digital Ovo merupakan spekulasi. "Tidak bisa berkomentar ya, karena itu spekulasi saya kira. No comment," ujar Vinvent saat ditemui dalam gelaran Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di Jakarta, Selasa, 24 September 2019.
Penantang lain di industri ini, ujar Febrio, adalah dompet digital besutan pemerintah LinkAja. Ia mengatakan dompet digital ini menjadi penantang lantaran didukung oleh perusahaan perbankan pelat merah. Meski demikian, mereka dinilai belum seberapa kuat dibanding dengan pemodal dompet digital global seperti Alibaba dan Softbank."Makanya harus ada konsolidasi, kalau enggak, enggak akan sempat," kata dia.
Di samping itu, Febrio mengatakan konsolidasi dari para pemain dompet digital juga membuat jangkauan fintech sektor ini semakin luas. Sebab, ia menilai para pemain membutuhkan modal besar untuk mengembangkan teknologi hingga Indonesia Timur dan pelosok. "Kalau terus gontok-gontokan bakar uang ya lama," tuturnya. Meski demikian, Febrio tidak berharap industri ini mengarah kepada monopoli pasar lantaran cenderung kurang sehat dan merugikan konsumen.
Berdasarkan data Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), per hari ini ada sekitar 61 penyedia layanan digital payment. Adapun dari data yang dihimpun LPEM UI, Gopay masih menguasai pasar industri mobile payment dengan nilai transaksi sampai akhir 2018 mencapai Rp 89,9 triliun. Adapun pada posisi kedua ada Ovo yang mengklaim pertumbuhan transaksi tumbuh 400 persen sejak pertama kali diluncurkan. Dua pemain itu kemudian disusul oleh Dana, Link Aja, dan penyedia jasa lainnya.
CAESAR AKBAR | BISNIS