TEMPO.CO, Jakarta - Kondisi ekonomi dunia yang masih diliputi ancaman pelambatan pada tahun depan, dipastikan bakal memberikan dampak bagi ekonomi domestik. Selain diterpa isu pelambatan, pertumbuhan ekonomi dunia juga masih diliputi ketidakpastian akibat adanya perang dagang antara Cina dengan Amerika Serikat (AS).
Meski ekonomi global yang melambat, pemerintah menyakini, tahun depan ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh di atas angka 5 persen. Adapun tahun ini, pemerintah tetap berkukuh bahwa pertumbuhan ekonomi domestik tidak boleh berada di bawah angka 5 persen.
"Ekonomi Indonesia pasti kena imbas. Tahun lalu 5,2 persen, tahun ini 5,02 persen. Ini berarti bukannya enggak kena imbas, tapi minimal kami tahan, bener bener ditahan jangan sampai di bawah 5,0 persen," ujar Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara di Gedung Dhanapala, Jakarta Pusat, Rabu 18 Desember 2019.
Untuk membantu menahan, bahkan menopang perekonomian domestik tetap bisa tumbuh di atas 5 persen, pemerintah ingin terus mendorong pertumbuhan sektor properti. Sebab, sektor properti dianggap memiliki efek pengganda untuk mendorong pertumbuhan di sektor lainnya.
Dengan sektor properti yang tumbuh, kata Suahasil, maka tenaga kerja konstruksi, kebutuhan tanaman, tumbuhan, besi baja, hingga batu bata bisa tumbuh. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini ikut memberikan input mulai dari sektor manufaktur hingga sektor jasa.
Selain itu, sektor ini juga memiliki rentang yang luas sebab mulai dari kalangan kelas atas hingga bawah membutuhkan produk properti dalam hal ini perumahan. Karena itu, pemerintah telah mulai memberikan sejumlah insentif fiskal mulai dari pemotongan PPh hingga peniadaan PPh.
"Pemerintah sudah turunkan tingkat batasan nilai tidak kena PPh untuk rumah jenis, rumah sederhana dan rumah sangat sederhana. Mereka juga tidak lagi dikenakan PPN. Itu untuk mendorong rumah jenis itu bisa dibangun karena kebutuhan memang besar," kata Suahasil.
Selain itu, pemerintah lewat Kementerian Keuangan juga telah membebaskan PPN untuk rumah atau bangunan korban yang terkena bencana alam. Di level properti untuk kelas menegah dan atas, pemerintah juga telah memberikan penurunan tarif PPh pasal 22 dari 5 persen menjadi hanya 1 persen.
Bahkan, untuk hunian super mewah, pemerintah juga telah memberikan insentif berupa penurunan batasan hunian yang bisa dikenai PPh dan PPnBM. Dari sebelumnya Rp 5-10 miliar bakal dikenai dinaikkan menjadi Rp 30 miliar yang bakal dikenai.
"Kebijakan itu telah kami lakukan, sebab kalau pertumbuhan ekonomi lagi berat, biasanya sektor ini bisa menjadi yang mendorong naik, tapi kalau sektor ini berat ekonomi juga biasanya berat," ujar Suahasil.