Tempo.Co, Jakarta - Sri Mulyani Indrawati berbagi pengalaman saat pulang kembali ke Indonesia pada 2016. Sri Mulyani meninggalkan Amerika Serikat karena ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjadi Menteri Keuangan menggantikan Bambang Permadi Brodjonegoro.
“Saya pulang setelah enam tahun di Amerika, sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia,” kata Sri Mulyani dalam acara Gerakan Suluh Kebangsaan di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis, 19 Desember 2019.
Enam tahun sebelum itu, Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan, membantu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. Pada 2010, ia mengundurkan diri untuk berkarir di Bank Dunia.
Kembali ke Kementerian Keuangan, banyak hal berbeda yang ditemui Sri Mulyani. Saat itu, ia melihat ada “ketegangan di bawah permukaan” yang terjadi di antara pegawai kementerian tersebut. Ketegangan yang dimaksud yaitu interaksi antar pegawai menjadi lebih eksklusif dan terkotak-kotak karena lebih religius.
Contohnya, azan berkumandang saat rapat, maka pegawai yang muslim langsung berbondong-bondong ke masjid. Hal ini menjadi masalah sensitif yang menjadi pembicaraan di kementerian saat itu.
Sebab implementasi dari sikap religius dalam birokrasi, kata Sri Mulyani, tidak menimbulkan ketenangan. Tapi sebaliknya, menimbulkan ketegangan. Terlebih saat Pemilu 2014, polarisasi itu semakin kentara.
Sehingga, situasi inilah yang menjadi tantangan bagi Sri Mulyani saat itu. Sebab, ia harus benar-benar menyatukan 87 ribu orang yang bekerja sebagai pegawai negeri di Kementerian Keuangan.
Cerita ini bukanlah kali pertama diceritakan oleh Sri Mulyani. Dalam pidato di depan mahasiswa Universitas Indonesia pada 12 Oktober 2019 lalu, ia juga bercerita soal kondisi yang pernah terjadi di kementeriannya tersebut.