TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri menanggapi kejengkelan Presiden Joko Widodo atau Jokowi akibat impor minyak dan gas (migas) yang menyebabkan defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Menurut Faisal, impor migas terus meningkat seiring bertumbuhnya jumlah kendaraan bermotor dan produksi migas Indonesia yang turun tiap tahun.
"Pak Jokowi marah-marah ada mafia migas yang doyan impor migas, terlepas ada atau tidaknya (mafia migas), impor niscaya akan naik terus. Jumlah mobil dan sepeda motor naik, produksi minyak turun. Jadi kalau tidak impor dari mana?" ujarnya di Hotel Millenium, Jakarta, Rabu, 17 Desember 2019.
Faisal juga mengomentari keluhan Jokowi soal tidak pernah ada pembangunan kilang minyak yang terealisasi. Menurut Faisal, memang tidak ada kilang yang dibangun secara instan.
Faisal menyarankan pembangunan kilang harus diintegrasikan dengan pembangunan pengolahan petrokimia agar memberikan keuntungan yang besar bagi negara. "Sehingga untungnya sedikit dari jual BBM, untung banyaknya dari polietilen yang gitu-gitu (produk turunan Petrokimia)," ungkap dia.
Dia menjelaskan sebenarnya jika ditinjau dari tahun ke tahun, defisit migas menurun berkat program B20 (biofuel 20 persen minyak sawit). Mandatori B20 dinilai bisa menurunkan impor solar sebesar 25 persen. "Tapi kan itu hanya untuk diesel, bukan untuk Premium, Pertamax," ujarnya.
Menurut dia, penggunaan B20 hanya menurunkan impor solar, belum sampai mengurangi kebutuhan impor bahan bakar lainnya.
Faisal mengatakan untuk menurunkan defisit transaksi berjalan pemerintah harus fokus kepada sumber pendapatan utama yang menjadi salah satu faktor yang dominan dalam CAD seperti ekspor komoditas. Bukan malah mengandalkan program pengolahan minyak sawit menjadi biofuel.
"Terus B20 dan B30 ini untuk mengurangi deficit current account, itu kata Pak Luhut (Pandjaitan) kan. Nah CAD itu sumber utamanya dari mana? Dari primary income, bukan dari merchandise," tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku jengkel dengan orang-orang yang hobi impor minyak dan gas. Sebab, impor minyak dan gas membuat defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan. Karena ia mengatakan, besaran impor itu mencapai 700-800 ribu barel per hari.
"Dikit-dikit impor, dikit-dikit impor. Terutama yang berkaitan dengan energi, barang modal, dan bahan baku," kata Jokowi saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di Istana Negara, Jakarta, Senin, 16 Desember 2019.
Baca Juga:
EKO WAHYUDI