TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah bakal merevisi ambang batas nilai barang impor bebas bea masuk dan pajak impor. Saat ini nilai barang bebas bea masuk dan pajak adalah yang senilai maksimum US$ 75 per orang per hari.
Ia mengatakan ambang batas itu ternyata masih kerap diakali oleh pengimpor dengan cara pengiriman yang dipecah-pecah alias splitting , maupun dengan manipulasi harga.
"Menteri Perdagangan sudah menyampaikan pandangannya, kami akan sama-sama menetapkan mana level yang dianggap aman untuk mencegah masuknya barang-barang impor, terutama kalau yang US$ 75 ini barang konsumen," ujar Sri Mulyani di Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta, Selasa, 17 Desember 2019.
Adapun Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan akan melakukan pendalaman lebih lanjut akan arahan Menkeu tersebut. "Arahan pimpinan sudah jelas di situ, bahwa akan ada koreksi, tapi di titik berapa nanti kami akan tentukan," ujar dia.
Revisi ambang batas itu, kata Heru, juga perlu dilakukan mengingat ada tren meningkat dari transaksi e-commerce yang kini mencapai 45 juta transaksi per tahun. "Semua masukan akan kami dengarkan dan nanti akan kami formulasikan kira-kira seperti apa."
Heru mengatakan best practice di negara lain beragam. Misalnya, ada negara yang menjadikan bea masuk dan pajak impor sebagai satu paket. Ada pula yang memecahnya, sehingga ambang batas hanya berlaku untuk bea masuk saja, sementara untuk pajak impor normal. "Untuk Indonesia sekarang ini kami dalam satu paket yaitu US$ 75. Sepertinya dengan banyaknya tuntutan dan masukan itu mestinya ada koreksi," kata dia.