TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman menemukan empat hambatan dalam upaya pemerintah menghapus penggunaan merkuri. Padahal, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.
“Upaya penghapusan ini banyak menemui hambatan di tingkat kementerian,” kata anggota Ombudsman Adrianus Meliala dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin, 16 Desember 2019.
Pertama di Kementerian Kehutanan danb Lingkungan Hidup (KLHK), upaya pemulihan lahan bekas penggunaan merkuri masih belum selesai. Lahan ini banyak muncul di area bekas tambang emas ilegal.
Kedua di Kementerian Perdagangan, belum ada aturan yang melarang ekspor merkuri. Ketiga di Kementerian Kesehatan, masih banyak petugas kesehatan yang belum mengetahui gejala tertentu dari dampak merkuri.
Terakhir yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Menurut Adrianus, koordinasi antara Kementerian ESDM dan pemerintah daerah terkait izin tambang emas skala kecil masih belum optimal.
Temuan soal hambatan itu kemudian diserahkan ke keempat perwakilan kementerian. Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun, KLHK, Rosa Vivien Ratnawati mengatakan belum ada teknologi yang tepat untuk memulihkan lahan tersebut. “Tapi kami sudah kerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), teknologinya sedang kami cari,” kata dia.
Sementara, Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan, Kementerian Perdagangan, Merry Maryati, mengatakan saat ini memang baru ada aturan soal impor merkuri. Tapi dalam waktu dekat, aturan soal ekspor merkuri akan segera meluncur. “Sedang kami proses,” kata dia.