TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lewat Komisi BUMN mengusulkan untuk menyelesaikan kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dengan melakukan penegakan hukum. Penegakan hukum dimulai dengan melakukan pencekalan terhadap direksi Jiwasraya periode 2013-2018 hingga ada kejelasan kasus.
Anggota Komisi BUMN Mukhtarudin mengatakan pencekalan dilakukan untuk memberikan shock therapy kepada pihak-pihak yang barangkali ada indikasi bermain. Langkah ini juga dilakukan demi menunjukkan keseriusan DPR untuk menyelamatkan dana nasabah.
"Artinya, DPR tidak main-main konteksnya selamatkan dana-dana nasabah. Jadi direksi yang merasa bermain ya hati-hati aja. Ini ancaman dan warning dari kami," kata Mukhtarudin ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Senin 16 Desember 2019.
Sebelumnya, Komisi VI atau Komisi BUMN mengelar rapat bersama manajemen dan direksi baru PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Dalam rapat tersebut, DPR meminta kejelasan terkait skema penyelesaian kasus dan strategi dan seperti apa pembayaran dana nasabah.
Karena itu, Mukhtarudin mendorong supaya DPR mendorong terbentuknya Panitia Khusus (Pansus) guna menyelesaikan kasus gagal bayar Jiwasraya. Pansus didorong karena proses penyelesaian bakal melibatkan banyak pihak dan juga lintas komisi di DPR.
Menurut dia, dengan adanya Pansus, proses penyelesaian kasus gagal bayar diharapkan bisa tuntas, tidak lagi parsial. Artinya, lewat Pansus proses hukum dan penyelamatan Jiwasraya bisa lebih selesai. Sehingga dana nasabah bisa juga diselamatkan.
Selain itu, kata Mukhtarudin, DPR juga mempertimbangkan untuk memanggil dari pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lewat Pansus mengenai kasus gagal bayar tersebut. Tak hanya itu, lewat Pansus, dia juga mempertimbangkan untuk memanggil pelaku pasar yang berkaitan. "Nggak mungkin main sendiri. Ini melibatkan banyak orang apalagi sampe triliunan. Apalagi ini terjadi pembiaran yang begitu lama," katanya.