TEMPO.CO, Jakarta - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) memberi empat rekomendasi terkait Undang-Undang Omnibus Law yang bakal segera diluncurkan pemerintah. Rekomendasi pertama yaitu menerapkan closed list system dalam perizinan yang diatur dalam Omnibus Law.
“Omnibus Law harus melarang institusi berwenang untuk membuat persyaratan baru dalam pengurusan izin,” kata peneliti KPPOD Naomi Simanjuntak dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu, 15 Desember 2019.
Saat ini, pemerintah memang berupaya mempercepat penyelesaian perumusan draf dan naskah akademik Omnibus Law untuk segera diserahkan ke Badan Legislasi DPR. Sejak awal Desember, pemerintah menargetkan draf UU ini bisa sampai ke tangan DPR sebelum reses 12 Desember 2019.
Susi mengatakan terdapat dua RUU Omnibus Law yang akan segera masuk ke meja dewan, yaitu terkait perpajakan dan cipta lapangan kerja. Adapun pembahasan beleid bersama dewan ditargetkan dapat dilakukan setelah masa reses akhir tahunan, yaitu pada pertengahan Januari 2020.
Rekomendasi kedua yaitu menempatkan Omnibus Law setara dengan UU organik lainnya. Sehingga, kata Naomi, pemerintah tidak perlu merevisi UU Penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
Rekomendasi ketiga yaitu menyusun Omnibus Law berdasarkan Evidence Based Practice. Menurut Naomi, pemerintah tetap harus melibatkan partisipasi masyarakat dalam penyusunan UU ini. “Ini untuk menghindari persepsi resentralisasi,” kata dia.
Rekomendasi terakhir yaitu melibatkan perbaikan tata kelola pelayanan dalam UU Omnibus Law. Menurut Naomi, perubahan regulasi dalam UU ini membutuhkan dukungan birokrasi yang lebih baik.