TEMPO.CO, Jakarta - Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Maluku Utara (Malut) mencatat, pemusnahan uang lusuh selama Januari sampai bulan Oktober 2019 mencapai Rp358,84 miliar.
"Uang lusuh ini dikarenakan masyarakat tidak menjaga uang dengan baik, sehingga uang terjadi lusuh. Padahal, Perwakilan BI Malut intensif melakukan sosialisasi terkait dengan kesedaran masyarakat dalam penggunaan uang dan BI juga melakukan sosialisasi terkait dengan ciri-ciri mengenal uang asli," kata Kepala Perwakilan BI Malut, Gatot Miftahul Manan, Ahad 15 Desember 2019.
Pemusnahan uang Rp358,84 miliar, rinciannya adalah Rp37,44 miliar, Februari Rp 20,53 miliar, Maret Rp40,94 miliar, April Rp 19,58 miliar. Kemudian, Mei Rp22,81 miliar, Juni Rp 23,46 miliar, Juli Rp35,16 miliar, Agustus Rp45,19 miliar, September Rp 65,56 miliar dan Oktober Rp48,07 miliar.
Jika masyarakat memperlakukan uang dengan baik, kata dia, maka tingkat pemusnahan uang menurun. BI mencatat, selama tiga tahun terakhir telah melakukan pemusnahan uang lusuh mencapai miliaran rupiah meskipun menurun setiap tahun.
Sebelumnya, pada 2017 , telah dilakukan pemusnahan uang lusuh mencapai Rp528,50 miliar, sementara tahun 2018 sebesar Rp320,53 miliar, sedangkan tahun 2019 dari bulan Januari-September mencapai Rp310,76 miliar
Kepala Unit Pengelolaan Uang Rupiah BI, Devi Tirta Maulana mengatakan jumlah uang lusuh menurun karena masyarakat paham dalam menggunakan uang dengan baik.
Dia menyatakan, pemusnahan uang ini, terdiri dari uang pecahan Rp2000, Rp5000, Rp10.000, Rp 20.0000, Rp50.000 dan Rp100.000, pemunahan uang kertas terbanyak pada pecahan kecil seperti Rp 2000 hingga Rp20.000.
Penggunaan uang pecahan kecil lebih mudah lusuh, kata dia, karena cepat berpindah tangan.
Menurutnya, perputaran ekonomi di suatu daerah cukup baik maka uang itu juga semakin cepat lusuh, sehingga dilakukan pemusnahan agar uang yang dipakai oleh masyarakat jauh lebih baik, apalagi, uang yang dimusnahkan nantinya diganti dengan uang baru dan layak edar.