Menurut Mamahit, mangkraknya sejumlah proyek itu disebabkan oleh perencanaan dan penyelesaian yang kurang baik di internal perusahaan. "Uang ada, manpower ada, tapi perencanaan dan penyelesaiannya kurang baik," tutur dia.
Padahal, di bisnis galangan, proyek pembangunan kapal adalah sumber keuntungan perseroan. Artinya semestinya semakin banyak pembuatan kapal anyar akan semakin menguntungkan. Adapun perbaikan kapal, menurutnya, lebih berfungsi kepada memperlancar arus kas perusahaan saja.
"Perusahaan sering wanprestasi sehingga dapat proyek malah rugi. Kenapa, karena janji selesai satu bulan ini malah tiga bulan, jadi ada permintaan ganti rugi," tutur Mamahit.
Berdasarkan laporan keuangan di laman resmi DKB, pendapatan BUMN ini pada periode 2010-2014 cenderung fluktuatif. Pada 2014, pendapatan tercatat sebesar Rp 558,14 miliar. Sementara, rugi bersih perusahaan mencapai Rp 175,9 miliar. Kala itu, total aset adalah Rp 1,32 triliun.
PT Dok Kodja Bahari menjadi salah satu dari tujuh BUMN yang disoroti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lantaran tetap mengalami kerugian pada 2018. Padahal perseroan telah menerima suntikan Penyertaan Modal Negara alias PMN.
"Kerugian terjadi pada tujuh BUMN, yaitu PT Dok Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT Pertani, Perum Bulog, dan PTKrakatau Steel," ujar Sri Mulyani dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 2 Desember 2019. Kala itu, ia mengatakan PT Dok Kodja Bahari mengalami rugi akibat beban administrasi dan umum yang terlalu tinggi, yaitu 58 persen dari pendapatan.