TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi ingin Indonesia membuka pintu selebar-lebarnya untuk investasi di bidang besi, baja dan petrokimia. Investasi di tiga sektor itu diyakini akan dapat menekan defisit neraca transaksi berjalan.
Pernyataan itu disampaikan oleh Jokowi di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu 11 Desember 2019, dalam rapat terbatas membahas akselerasi implementasi program perindustrian dan perdagangan. Dalam rapat itu, Presiden Jokowi menyatakan fokus pemerintah adalah menjaga pertumbuhan ekonomi agar tetap positif, menekan defisit transaksi berjalan serta memperbesar surplus neraca perdagangan.
Oleh karena itu, Jokowi mengatakan pemerintah harus berkonsentrasi kepada langkah-langkah terobosan untuk pengurangan angka impor.
Mengutip data impor Badan Pusat Statistik (BPS), Jokowi mengatakan, impor bahan baku atau bahan baku penolong memberikan kontribusi yang besar sebesar 75,06 persen terhadap total impor pada Januari—Oktober 2019. Adapun kontribusi impor barang modal mencapai 16,65 persen dan barang konsumsi 9,29 persen.
Apabila dilihat lebih dalam lagi, kata Jokowi, impor bahan baku yang masih besaradalah besi baja yang mencapai US$ 8,6 miliar. Sementara impor petrokimia sebesar US$ 4,9 miliar.
"Beranjak dari data tersebut, saya minta peluang investasi, tolong digarisbawahi, industri substitusi impor harus dibuka lebar. Berarti tadi besi baja, industri kimia atau petrokimia harus betul-betul dibuka karena ini subtitusi impor," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan peluang investasi di sektor subtitusi impor harus menjadi catatan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dan Menteri Koordinasi Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Menurutnya, harus ada langkah-langkah konkret untuk mendorong tumbuhnya industri pengolahan seperti besi, baja dan petrokimia.
BISNIS