Tempo telah mencoba mengkonfirmasi kepada Plt Direktur Utama Garuda Indonesia Fuad Rizal. Namun pesan tersebut tak direspons. Sedangkan Ketua Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia Zaenal Muttagin membenarkan informasi itu. Namun, ia menyebut kebijakan ini belum terealisasi. "Pelaksanaannya belum dilakukan secara menyeluruh," tuturnya.
Sejumlah pramugari Garuda Indonesia Persero sebelumya mengeluhkan sistem kerja pergi-pulang era kepemimpinan direktur utama lama, Ari Askhara. Sekretaris Jenderal Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia (IKAGI) Jacqueline Tuwanakotta mengatakan pramugari acap tak memiliki waktu istirahat saat menjalani penerbangan jarak jauh akibat sistem tersebut.
"Contoh Jakarta-Sydney-Jakarta harusnya 3-4 hari menjadi PP. Hal itu membawa dampak enggak bagus ke awak kabin," kata Jacquline saat ditemui di kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, Jakarta Pusat, Senin, 9 Desember 2019.
Karena sistem anyar ini, menurut Jacquline , ada delapan pramugari anggota IKAGI yang tumbang. Ia mengklaim delapan karyawan sakit hingga opname setelah sistem itu diberlakukan. Adapun sistem kerja pramugari tersebut mulai efektif pada Agustus 2019 lalu.
Cerita yang sama disampaikan oleh anggota IKAGI lainnya, Hersanti. Hersanti menyebut sempat merasakan sistem ini sebagai dampak efisiensi saat melakukan penerbangan ke Meulbourne.
"Saya baru tiba (mendarat) dan ke sini agak meriang. Sepanjang 18 jam saya harus bekerja buka mata dan lain-lain," kata Hersanti. Ia mengakui sistem kerja pergi-pulang kerap hanya berlaku bagi pramugari. Sedangkan kokpit atau awak fight deck diberikan waktu rehat.