TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, menilai kondisi pangan dalam negeri belum membaik. Buktinya, hingga kini, Indonesia masih terus mengalami defisit pangan.
"Food (pangan) kita saat ini defisit. Padahal negara kita adalah negara tropis," ujar Faisal di kantor Kementerian Keuangan, Selasa, 10 November 2019.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia sepanjang 2018 mengalami defisit pembayaran dari produk pangan sebesar US$ 3,3 miliar. Angka defisit ini sekaligus menjadi yang terbesar sejak tujuh tahun terakhir.
Kondisi defisit itu didukung oleh tingginya posisi impor Indonesia terhadap beras. Pada tahun 2018, impor beras mencapai 2,3 juta ton atau 716 kali lipat dari volume ekspor. Sedangkan volume ekspor hanya 3.212.721 kilogram atau 3.212,7 ton.
Pada 2015, sejatinya pemerintah telah mampu menekan celah defisit dari semula US$ 2,5 miliar menjadi US$ 0,6 miliar. Namun pada tahun-tahun setelahnya, kondisi defisit pangan kembali membengkak, yakni mencapai US$ 2,1 miliar pada 2016 dan US$ 1,9 miliar pada 2017.
Menurut Faisal Basri, Indonesia terakhir mengalami surplus pangan pada 2006. Akibatnya, peringkat Indonesia masih jeblok dalam Global Food Security Index atau GFSI. Pada 2018, Indonesia menduduki peringkat 65 atau kalah dengan Vietnam, bahkan Singapura.