TEMPO.CO, Jakarta - Konsultan penerbangan dari CommunicAvia Gerry Soedjatman menilai kekosongan key person dalam internal PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. bisa mempengaruhi aspek keselamatan dan keamanan yang mengacu pada skor identifikasi gangguan dan risiko atau Hazard Identification and Risk Asessment, HIRA.
Meskipun kekosongan posisi direksi key person maskapai pelat merah itu hanya sementara, menurut Gerry, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan harus mengawasi khusus.
"Sebaiknya segera ditunjuk pelaksana tugasnya daripada tidak ada sama sekali. Enggak bisa lama-lama karena bakal nyerempet pada skor HIRA," kata Gerry, Ahad, 8 Desember 2019.
Gerry menjelaskan, HIRA bukan suatu indikasi risiko yang harus dihindari (risk avoidance), melainkan suatu risiko yang harus ditangani atau dikelola (risk management). "Jangan sampai skor HIRA sampai menunjukkan nilai terendah, ujarnya.
HIRA merupakan acuan risiko dan keselamatan maskapai penerbangan yang dirilis oleh DKPPU Kementerian Perhubungan. Adapun, nilai terendahnya adalah 5A.
Skor HIRA terbagi ke dalam tiga tahapan. Pada 3E, 2D, 2E, 1B, 1C, 1D, dan 1E adalah bisa diterima (acceptable).
Kemudian, 5D, 5E, 4C, 4D, 4E, 3B, 3C, 3D, 2A,2B, 2C, dan 1A bisa diterima berdasarkan mitigasi risiko dan membutuhkan keputusan manajemen. Lalu, 5A, 5B, 5C, 4A, 4B, dan 3A adalah tidak dapat diterima.