TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negera Erick Thohir mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan mengeluarkan aturan baru untuk mengaktifkan peran komisaris perusahaan BUMN. Dengan demikian, peran komisaris di BUMN akan lebih besar dan aktif daripada sebelumnya.
"Sistem untuk me-manage 142 perusahaan BUMN itu salah satunya dengan mengaktifkan peran komisaris seperti yang ada di Garuda. Supaya komisaris ini kompeten dan aktif, bukan yang duduk-duduk doang," kata Erick Thohir kepada Tempo di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Sabtu, 7 Desember 2019.
Menurut Erick, mengatur 142 perusahaan BUMN bukanlah hal yang mudah. Bahkan, siapapun menterinya, untuk mengatur dengan baik seluruh perusahaan itu merupakan hal yang mustahil. Karena itu, dari awal ia memerlukan dukungan untuk mengubah sistem yang ada, salah satunya mengangkat dua wakil menteri.
Sebelumnya Erick Thohir telah menunjuk dua Komisaris Utama BUMN. Masing-masing adalah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Komisaris Utama PT Pertamina dan Chandra Hamzah sebagai Komisaris Utama BTN.
Melalui pernyataan resmi yang dirilis Sabtu, 23 November 2019, Erick Thohir membeberkan sejumlah alasan mengapa memilih Ahok dan Chandra Hamzah. “Mengapa Chandra Hamzah menjadi komisaris utama karena memang background-nya adalah hukum, kita tahu bahwa di BTN itu ada isu-isu yang kurang baik yang tentu harus dilihat secara hukum. Apalagi, BTN ini kan ujung tombak dari pembiayaan perumahan rakyat, sehingga kalau nanti ini tidak sehat kan tidak bagus,” ujar dia saat itu.
Erick juga mengungkapkan, untuk mengatur 142 perusahaan itu, sedang disiapkan aturan agar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tetap memegang peran sebagai pemegang saham.
"Intinya ketika bicara suntik atau menjual, itu di tangan beliau. Tetapi untuk korporasi bisa dialihkan ke saya. Kita juga masih menunggu peraturannya, presiden yang akan menandatangani nanti," kata Erick Thohir. Dengan begitu, hak untuk me-merger, menutup atau membeli BUMN lain, tetap ada di Menteri BUMN.